Kabar24.com, GIANYAR—Pengusaha perak Bali yang beberapa tahun terakhir diterpa kelesuan, kini fokus melakukan promosi dalam jaringan atau daring dan memanfaatkan jejaring situs jual beli yang dinilai lebih efisien.
Pengusaha perak DG Sri Widiari mengatakan keputusan daring (online) itu diambil setelah beberapa kali mengikuti pameran di dalam dan luar negeri dengan biaya yang sangat tinggi, tapi respons pasar masih belum seperti yang diharapkan.
“Kini kami fokus online dan memperbanyak rancangan yang lebih simpel agar harga bisa menyesuaikan dengan jangkauan pembeli,” katanya kepada Bisnis, Kamis (31/8/2017).
Pemilik brand Thara Bali ini telah berupaya masuk ke pasar yang lebih luas di antaranya mengikuti pameran di Makau, China dan Rusia yang dilalukan belum lama ini.
Tapi upayanya itu seolah tanpa hasil lantaran kalah di harga dengan produk asal China dan Thailand.
Padahal, perhiasan perak buatan tangan asal Bali ini memiliki nilai lebih di bidang desain yang lebih artistik dan detil. Widiari berupaya mencari solusi agar bisa masuk pasar ekspor dengan berbagai terobosan.
Baca Juga
Ia bercita-cita menembus pasar Amerika Serikat yang hingga kini sangat sulit menemukan jejaring pemasaran. Widiari berharap suatu ketika ada uluran tangan dari pemerintah yang membawanya pameran ke AS.
“Pameran tetap penting, karena bertemu dan bertatap muka langsung dengan konsumen menambah pengalaman dan terkadang mendatangkan banyak inspirasi,” tuturnya.
Sebenarnya, sejumlah pelanggan asal Amerika Serikat telah dia layani, tapi mereka adalah wisatawan yang langsung belanja di gerainya di Singkerta, Ubud.
Para wisman asal Negeri Pamsn Sam ini telah dan mengetahui kualitas produk Widiari yang pernah bekerja untuk John Hardy, brand perhiasan mewah dari Bali.
“Mereka tak mempersoalkan harga dan sesuai dengan kualitas, tapi ketika produk serupa saya bawa ke Makau dan Russia terbentur di harga,” katanya.
Untuk memenuhi permintaan pasar, terutama pertimbangan harga, Widiari pun memproduksi perhiasan perak yang simpel dipadu batu permata impor dari India dan Thailand.
Namun, muncul ancaman yakni desain yang lebih simpel dan diminati konsumen sangat cepat ditiru dan diproduksi massal, bahkan ada yang mengganti bahan perak dengan alpaka atau tembaga.
"Bayangkan, kita belum selesai memproduksi untuk mengejar keuntungan sudah ada yang mengintip dan meng-copy produk kami," begitu keluhan Widiari tentang sebagian persoalan yang dihadapi pengusaha perhiasan perak saat ini.