Bisnis.com, JAKARTA - Selain Amerika Serikat, Australia dan Uni Eropa juga merasakan ketidakadilan saat berinvestasi di China.
Meskipun China merupakan mitra dagang utama bagi Australia, tetapi para pejabat di Negeri Kanguru mengatakan hambatan bisnis di China cukup tinggi.
Sama seperti AS, perusahaan Australia banyak bermasalah dengan aturan di China yang secara tak langsung membiarkan terjadinya pembagian hak kekayaan intelektual (HKI) ke perusahaan lokal.
“China adalah daerah yang berisiko tinggi. Selain karena tingginya masalah korupsi, banyak perusahaan yang tertekan karena harus berbagi hak paten miliknya dengan perusahaan China,” kata Alan Oxley, mantan juru runding perdagangan Australia, Selasa (29/8/2017).
Keluhan serupa juga dirasakan oleh negara-negara di Uni Eropa. Jerman menjadi salah satu yang mengalami ketidakadilan berbisnis di China.
Pada November 2016, Menteri Ekonomi Jerman Sigmar Gabriel mendesak China untuk menghapus lebih banyak hambatan bisnis di dalam negerinya.
Dia pun mendesak Beijing berlaku lebih adil kepada perusahaan asing.
Pasalnya, banyak perusahaan dari Uni Eropa yang semakin frustasi dengan pemerintah China karena mendapat diskriminasi dan diperlakukan tidak adil bila dibandingkan dengan perusahaan lokal.
Kamar Dagang Uni Eropa di China menyebutkan salah satu contoh diskriminasi dilakukan pada izin lingkungan, perusahaan lokal diberi kelonggaran lebih besar dari perusahaan asing. Keluhan itu juga telah diverifikasi oleh perusahaan konsultan bisnis Roland Berger Strategy Consultants.
“Hambatan yang dialami oleh perusahaan China di Uni Eropa terutama di sektor kesehatan, konstruksi, finansial, dan logistik jauh lebih sedikit dari yang dirasakan perusahaan Eropa di China,” tulis Kamar Dagang Uni Eropa.
Lembaga tersebut juga menyebutkan banyak perusahaan Eropa di China dilarang berpartisipasi di sektor tertentu, atau bahkan hanya diperbolehkan ikut serta dengan porsi minoritas.
Tak heran jika para analis menilai, permintaan Gabriel tersebut merupakan ultimatum awal terkait diskriminasi China.
Pasalnya Uni Eropa merasa pihaknya telah membuka sangat lebar investasi asal China ke kawasannya, dan hal itu tidak dilakukan sebaliknya oleh Beijing.
Sebagai catatan, investasi China di Uni Eropa melonjak 77% secara year on year (yoy) pada 2016 menjadi 35 miliar euro.
Sebaliknya, investasi Uni Eropa ke China turun 23% menjadi hanya 8 miliar euro pada periode yang sama.
Tak ayal, kebijakan AS untuk melakukan penyelidikan mendalam terkait ketidakadilan berbisnis di China, seolah menajdi angin segar bagi negara-negara tersebut.