Kabar24.com, JAKARTA - Angka kejadian balita dengan masalah kurang gizi kronis di Jawa Timur terus menurun.
Kepala Biro Humas Pemprov Jatim Benny Sampir Wanto mengatakan hal ini terutama karena berbagai upaya masif yang dilakukan Pemprov Jatim bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Tim Penggerak PKK.
Upaya masif tersebut antara lain berupa penguatan pemantauan status gizi masyarakat melalui posyandu dan pemberian makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil yang memiliki masalah gizi kurang.
"Juga penguatan layanan pemulihan gizi, baik di tingkat layanan primer maupun rujukan," ujarnya seperti dikutip dari situs resmi Pemprov Jatim pada Minggu (16/7/2017).
Berdasarkan hasil survei pemantauan status gizi (PSG), persentase status gizi stunting di Jatim pada usia 0 bulan-59 bulan di 2014 sebesar 29%. Jumlah tersebut menurun menjadi 27% pada 2015 dan turun lagi pada 2016 sehingga menjadi sebesar 26,1%.
Data PSG nasional terakhir pada 2016 menyebutkan daerah di Jatim dengan stunting tinggi atau prevalensi lebih 40% hanya ada di Kabupaten Sampang yakni 44%. Sedangkan lima daerah lainnya, yakni Jember, Sumenep, dan Bangkalan dalam kategori persentase sedang, rentang antara 30% hingga 39,2%. "Jember sebesar 39,2%, Sumenep 32,5% dan Bangkalan sebesar 32,1%," ujar Benny.
Dua daerah lain, yakni Kabupaten Probolinggo dan Lamongan, masuk kategori ringan, yakni dalam rentang 20%-29%. Probolinggo tercatat 25,5%, sedangkan Lamongan 25,2%.
Menurut Benny, di Jatim daerah yang bervalensi sedang sebanyak delapan kabupaten/kota. Selain Jember, Sumenep, dan Bangkalan, juga Bondowoso (34.6%), Pamekasan (33.2%), Lumajang (30.6%) dan Bojonegoro (30.1 %). Sementara, untuk perkotaan prevalensi sedang hanya di Kota Batu (32.7 %).
Daerah yang mengalami masalah prevalensi stunting ringan sebanyak 23 kabupaten/kota. Tercatat enam kabupaten tidak bermasalah dengan stunting. Daerah-daerah adalah Kota Mojokerto 11,9%, Blitar 12%, Madiun 14,7%, Kabupaten Gresik 17,6%, Jombang 19,2%, dan Blitar 19,7%.