Kabar24.com, MATARAM -- Nusa Tenggara Barat diyakini menjadi pengirim TKI terbesar kedua setelah Jawa Timur. Hal tersebut lantaran roda pembangunan ekonomi NTB masih bergantung pada investasi pemerintah.
Dengan demikian, perkembangan ekonomi daerah dinilai belum cukup kuat untuk menahan keingina masyarakat menjadi TKI di luar negeri.
Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Rosiady H. Sayuti mengajak seluruh pihak terkait untuk memperhatikan hak dan kewajiban pekerja migran tersebut. Ros, sapaan akrab Rosiyadi menegaskan pemerintah dan semua stakeholder harus aktif memberi perlindungan bagi para pahlawan devisa.
"Dari sisi kewenangan memang menjadi tugas utama pemerintah pusat, tetapi pemda juga tidak bisa berpangku tangan. Pemda harus memiliki action untuk mencegah buruh migran mendapat perilaku kekerasan dan tidak adil lainnya," tegas Ros di Mataram, Jumat (7/7/2017).
Rosiyadi menyadari, tingginya animo untuk bekerja keluar negeri bagi para calon TKI tersebut mengalahkan pertimbangan risiko yang mungkin menimpa mereka saat bekerja. Hal tersebut diperparah dengan tingginya angka TKI yang berangkat melalui jalur ilegal.
Guna mencegah terulangnya kasus-kasus buruh migran yang ilegal, pemerintah daerah ingin mengembangkan inovasi pelayanan yang ramah dengan menyederhanakan prosedur yang berbelit-belit.
Baca Juga
“Mari kita kembangkan kebijakan yang ramah, persis sama dengan pegiat ilegal yang kebijakannya lebih ramah", tegasnya.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Dicky Komar menilai bahwa banyaknya jumlah buruh migran di luar negeri, merupakan pertanda baiknya hubungan kemitraan antara pemerintah dan masyarakat sipil. Ia berharap, kerjasama seperti ini bisa berlanjut terus di masa mendatang.
Berdasarkan data dari Perwakilan RI di luar negeri, terdapat 6,5 juta pekerja migran Indonesia bekerja di luar negeri saat ini. Sebaliknya Indonesia juga menjadi tempat bekerja bagi sekitar 70 ribu TKA.