Kabar24.com, JAKARTA - Presiden diminta mengambil sikap yang tegas terkait dengan semakin mengerucutnya pembentukan panitia angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR.
Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril mengatakan Presiden Joko Widodo tidak perlu ikut-ikut menggebuk KPK. Oce mengharapkan Jokowi minimal seperti sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang mengeluarkan pernyataan tegas.
"[Di tengah situasi seperti era SBY, Presiden Jokowi seharusnya mengatakan] Saya mendukung KPK, KPK tidak boleh diganggu, KPK tidak boleh dilemahkan. Itu saja cukup dari Presiden, tapi sekarang ini pernyataan Presiden tidak clear, tidak tegas," kata Oce di Jakarta, Selasa (6/6/2017).
Bahkan semenjak KPK diserang secara politik, Jokowi belum mengeluarkan pernyataan soal angket ini. Padahal, kata Oce, KPK sesuai dengan Nawacita Jokowi.
Dia menambahkan semakin bertambahnya fraksi pendukung angket menjadikan kekhawatiran pelemahan bahkan pembubaran KPK menjadi semakin nyata. Pasalnya, ujung dari hak angket adalah impeachment atau pemakzulan. Apalagi oleh DPR mereka tafsirkan secara sangat bebas.
"Kalau DPR-nya seperti sekarang, mereka bisa menafsirkan seluas-luasnya. Seluas samudera. Bukan berdasarkan hukum lagi, mereka bisa menggunakan angket untuk impeachment pimpinan atau bahkan KPK-nya tutup," kata Oce.
Dia mengharapkan sejumlah fraksi yang menyatakan menolak mengirimkan panitia angket dapat konsisten dengan sikapnya. Sesuai aturan hukum, panitia akan cacat prosedural jika ada fraksi yang tidak mengirimkan perwakilan.
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan Asrul Sani mengatakan DPR tidak akan membicarakan kasus per kasus dalam angket nanti. Dewan, kata Asrul yang juga anggota Komisi III DPR ini, lebih menyoroti tentang tata kelola lembaga antirasuah itu. "Penyebutan kasus hanya untuk contoh."
Panitia angket, menurut dia, lebih akan menyoroti kewenangan KPK secara hukum. Sedangkan lainnya terkait penggunaan anggaran. Dia mengatakan pihaknya dapat mengeluarkan rekomendasi penindakan oleh lembaga hukum jika ditemukan ketidak-sesuaian setelah panitia angket berjalan.
"Contoh ternyata penyebutan nama enam itu [anggota DPR yang menekan Miryam dalam kasus E-KTP] tidak benar. Rekomendasi kami menyerahkan kepada yang dirugikan menggunakan hak hukum," kata Asrul.