Kabar24.com, BRASILIA ) - Brasil sedang bersiap-siap menghadapi efek terburuk dari krisis yang terjadi di Venezuela, termasuk mengalirnya pengungsi dari negara yang sedang mengalami krisis tersebut.
Brasil khawatir atas peningkatan jumlah pengungsi yang meluber ke perbatasannya dari Venezuela dan sedang merancang rencana menghadapi kemungkinan gelombang pengungsi jika krisis di Venezuela memburuk, kata Menteri Pertahanan Brasil Raul Jungmann, Rabu (17/5/2017) waktu setempat.
"Jelas kami khawatir dan yang paling kami khawatirkan adalah kondisi kemanusiaan," kata Jungmann kepada para wartawan.
"Kita harus memiliki rencana darurat yang siap untuk dijalankan jika keadaan semakin buruk."
Setiap hari, lebih dari 6.000 warga Venezuela menyeberangi perbatasan untuk membeli makanan dan obat-obatan. Sebagian besar dari mereka kembali ke negaranya tapi beberapa di antaranya tetap tinggal dan mencari pekerjaan, kata menteri.
Bulan lalu, masyarakat Brasil dikejutkan dengan penampakan para perempuan dan anak-anak dari Venezuela yang mengemis di jalanan Manaus, kota terbesar di wilayah Amazon, Brasil.
Pemerintah negara bagian Roraima mengatakan bahwa sudah 30.000 pengungsi datang sejak krisis politik dan ekonomi di Venezuela menjadi akut tahun lalu.
Kepolisian federal Brasil mengungkapkan bahwa jumlah pengungsi yang berada di ibu kota negara bagian Roraima, Boa Vista, telah mencapai lebih dari 15.000 orang.
Senator Roraima, Telmario Mota, mengatakan kepada Reuters bahwa warga-warga Venezuela yang mencari pekerjaan dieksploitasi di Boa Vista dan perempuan-perempuan muda Venezuela dipaksa masuk ke dunia pelacuran.
Satu rombongan Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-bangsa urusan Pengungsi yang berkunjung ke Boa Vista pada Rabu menemukan ada 6.000 warga Venezuela yang tinggal di tempat-tempat penampungan dan 5.000 lainnya dalam daftar tunggu.
Korban Tewas
Sebelumnya dilaporkan sejumlah orang tewas dalam gelombang kerusuhan anti pemerintah selama enam minggu terakhir di Venezuela,
Jumlah korban tewas meningkat setidaknya menjadi 42 orang, demikian menurut kantor kejaksaan negara, yang juga telah mengumumkan tiga kematian terbaru pada Selasa.
Seorang polisi ditangkap atas dugaan keterlibatannya dalam pembunuhan seorang pengemudi taksi berusia 33 tahun, yang ditembak di dekat perbatasan dengan Tachira.
Seorang pemuda berusia 17 tahun yang ditembak di kepalanya saat melakukan demonstrasi di negara bagian Barinas pada Senin, tewas pada Selasa pagi.
"Sekelompok orang datang dan mulai menembak, melukai pemuda di bagian kepalanya," kata pihak jaksa penuntut menerangkan sebab kematian remaja yang tidak disebutkan namanya itu.
Korban lainnya, yang namanya dan umurnya tidak disebutkan, tewas dalam aksi protes di San Antonio, menurut pihak berwenang.
Kekerasan pecah di berbagai belahan negara bagian pada Senin sebagai aksi yang mengupayakan penghapusan pemerintahan Sosialis.
Ratusan ribu orang turun ke jalan dalam beberapa minggu terakhir, mereka marah karena kekurangan pasokan makanan, krisis obat-obatan dan meningkatnya inflasi.
Pengunjuk rasa menuntut pemilihan umum, pembebasan bagi para aktivis yang dipenjara, bantuan luar negeri untuk mengimbangi krisis ekonomi dan otonomi untuk badan legislatif yang dikuasai oposisi.
Presiden Nicolas Maduro menyalahkan oposisi atas krisis negara yang telah terjadi pada semua sisi. Dia menuduh lawan-lawannya mencoba melengserkannyaa dalam sebuah kudeta dengan dukungan Washington.
Sedikitnya 90 orang ditangkap dalam kerusuhan pada Senin, menurut kelompok hak asasi setempat.