Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Bakal Tetapkan Tersangka Baru Korupsi BLBI

Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan penetapan tersangka baru selain Saffrudin Temenggung dalam kasus korupsi yang berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI sangat mungkin dilakukan.
 Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan penetapan tersangka baru selain Saffrudin Temenggung dalam kasus korupsi yang berkaitan dengan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI sangat mungkin dilakukan.

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan sejauh ini institusi tersebut memang baru menetapkan satu tersangka yakni Saffrudin Arsyad Temenggung, mantan Ketua BPPN periode 2002-2004.

Namun demikian, penyidik menetapkan Pasal 55 ayat 1 angka 1 KUHP dalam penyidikan kasus ini sehingga terbuka kesempatan untuk menjerat pihak lain.

Apalagi, lanjutnya, penerbitan surat keterangan lunas (SKL) terhadap Sjamsul Nursalim, pemegang saham mayoritas pada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), harus berdasarkan persetujuan instansi selain Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

“Dalam pasal itu ada unsur bersama-sama dengan pihak lain dalam melakukan suatu tindak pidana,” paparnya, akhir pekan lalu.

Berdasarkan KUHP Pasal 55 ayat 1, dipidana sebagai pelaku tindak pidana: (1) mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan. Karena itu, KPK, lanjutnya, tengah mendalami institusi mana saja yang memiliki kewenangan yang berkaitan dengan penerbitan SKL dan alur proses penerbitan surat tersebut sejak awal.

Selanjutnya, dalam Instruksi Presiden (Inpres) No.8/2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum Kepada Debitur Yang Telah Menyelesaikan Kewajibannya Atau Tindakan Hukum Kepada Debitur Yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaikan Kewajiban Pemegang Saham, disebutkan bahwa kepada para debitur yang telah menyelesaikan kewajiban, diberikan bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan dalam rangka jaminan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam perjanjian-perjanjian tersebut.

Pemberian bukti penyelesaian berupa pelepasan dan pembebasan itu dilakukan oleh Ketua BPPN setelah mendapat persetujuan dari Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dan Menteri Negara BUMN.

Dalam Keputusan Presiden (Kepres) No.177/1999 tentang Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), komite tersebut terdiri dari ketua Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri yang beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN, dan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Berdasarkan susunan Kabinet Gotong-royong yang dipimpin oleh Presiden Megawati Soekarnoputri dan wakilnya Hamzah Haz 2001-2004, Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi dijabat oleh Dorodjatun Kuncoro-Djakti lalu Menteri Keuangan dijabat oleh Boediono, mantan Wakil Presiden era Susilo Bambang Yudhoyono jilid dua, kemudian Menteri Perindustrian dan Perdagangan dijabat oleh Rini Soemarno yang kini menjabat sebagai Menteri Negara BUMN.

Sementara itu, Menteri Negara BUMN kala itu dijabat oleh Laksamana Sukardi, serta Kepala Bappenas dijabat oleh Kwik Kian Gie.

Dalam kasus korupsi BLBI ini, Saffrudin Temenggung diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara dalam penerbitan surat keterangan lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).

Dia menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002, dan pada bulan berikutnya mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk melakukan perubahan atas proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp4,8 triliun.
Hasil dari restrukturisasi tersebut, Rp1,1 triliun ditagihkan kepada petani tambak yang merupakan kreditor BDNI dan sisanya Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi sehingga masih ada kewajiban obligor yang harus ditagihkan.

Akan tetapi pada April 2004, tersangka selaku Ketua BPPN mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban pemegang saham terhadap obligor Sjamsuk Nursalim atas semua kewajibannya kepada BPPN. Padahal, saat itu masih ada kewajiban setidaknya Rp3,7 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nurbaiti
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper