Bisnis.com, JAKARTA — Pengembang properti PT Triputra Karya Agung (dalam pailit) memastikan mampu mengembalikan kewajibannya kepada para kreditur secara maksimal. Total utang perusahaan kepada kreditur separatis dan konkuren mencapai Rp700 miliar.
Kuasa hukum Triputra Karya Agung (debitur) Dimas A. Pamungkas mengatakan perusahaan masih memiliki aset benda tak bergerak berupa properti di Cimahi dan Jakarta. Dia mengklaim kedua aset tersebut berlokasi di kawasan strategis sehingga dapat menarik minat investor atau pembeli.
“Debitur memiliki aset kondominium hotel [kondotel] Royal Tulip di Baros, Cimahi dan apartemen Bellagio di Jakarta,” katanya saat dihubungi Bisnis, Senin (17/4).
Dimas mengaku aset tersebut telah diserahkan kepada kurator untuk dijual melalai jalur lelang. Dia menaksir harga jual kondotel Royal Tulip di Cimahi senilai Rp450 miliar.
Sementara itu, apartemen Bellagio diperkirakan bernilai jual Rp250 miliar. Taksiran terebut, menurutnya, adalah kemungkinan harga jual terburuk atau seminimal mungkin.
Dia yakin aset tersebut dapat menutup seluruh utang debitur kepada kreditur asal kreditur konkuren tidak meminta keuntungan yang macam-macam. Dia menyebutkan pemilik unit apartemen maupun kondotel meminta keuntungan return of investment (ROI).
Debitur merasa keberatan dengan permintaan pemilik unit. Pasalnya, dalam perjanjian sewa, ROI dibayarkan ketika sudah serah terima unit dan beroperasi. “Nah ini kami gagal bayar, jadi belum serah terima. Lantas bagaimana ROI bisa dihitung,” ucapnya.
Dimas menyebutkan kreditur dengan tagihan terbesar yaitu PT Bank Panin, selaku kreditur separatis dengan jumlah Rp300 miliar. Jumlah tersebut meningkat setelah ditambah bunga dan denda, jika dibandingkan dengan utang pokok sebesar Rp280,03 miliar.
Sisanya, debitur memiliki utang kepada kreditur konkuren yang terdiri dari pemilik unit, kontraktor, supplier dan pajak.
Salah satu kurator PT Triputra Karya Agung Andreas Sukmana menjelaskan tagihan kreditur yang telah diverifikasi mencapai Rp700 miliar. tagihan tersebut terdiri dari 42 kreditur.
“Pencocokan utang telah selesai dari kreditur separatis maupun konkuren. Jumlahnya kurang lebih Rp700 miliar” katanya.
PT Triputra Karya Agung dinyatakan dalam status PKPU sementara selama 45 hari sejak 13 September 2016. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan permohonan yang diajukan Halim Kumala melalui perkara No. 88/Pdt.Sus-PKPU/2016/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Namun, proses restrukturisasi utang tidak berjalan dengan lancar. Pasalnya, rencana perdamaian debitur dinilai tidak dapat mengakomodasi keinginan kreditur.
Saat itu, debitur menawarkan pengambilalihan seluruh perusahaan, pengalihan sebagian saham, atau pembelian aset. Pendekatan kepada investor juga sudah dilakukan sebelum adanya permohonan PKPU dan sedang dalam proses uji tuntas (due dilligence).
Kecewa dengan proposal perdamaian, kreditur sepakat mempailitkan debitur. PT Triputra resmi pailit pada 27 Januari 2017. Perusahaan diakui sudah berhenti beroperasi dan tidak ada kemungkinan untuk going concern atau melanjutkan usahanya.