Kabar24.com, JAKARTA – Sejumlah kalangan meminta pemerintah untuk tetap melanjutkan program e-KTP di tengah pengusutan kasus korupsi yang menyeret sejumlah nama besar.
Ketua Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia Baharuddin Thahir mengingatkan kembali bahwa program e-KTP diluncurkan pada 2011 untuk membuat setiap warga negara memiliki nomor induk kependudukan tunggal. Kementerian Dalam Negeri awalnya menargetkan data 172 juta penduduk terekam pada 2012.
Namun, target tidak tercapai dan sampai saat ini program yang menelan anggaran Rp5,9 triliun tersebut bermasalah. Puncaknya adalah ketika Komisi Pemberantasan Korupsi mencium aroma korupsi sejak 2014.
“Masyarakat marah karena belum mendapat e-KTP. Masyarakat juga marah karena masalah korupsi ini,” kata Baharuddin dalam acara diskusi di Jakarta, Sabtu (11/3/2017).
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Langkun menambahkan lembaganya sudah mewanti-wanti Kemendagri sejak 2011 untuk memperbaiki sejumlah masalah dalam proyek e-KTP. Menurut dia, indikasi masalah itu teramati sejak dari perencanaan sampai pelaksanaan.
Tama mencontohkan ambisi Kemendagri menuntaskan program e-KTP dalam dua tahun meski negara lain butuh waktu lama. Selanjutnya, dia mencium adanya pelanggaran prosedur pengadaan ketika Mendagri Gamawan Fauzi menekan kontrak ketika masa sanggah banding tender.
“Sampai sekarang ribuan orang masih belum punya e-KTP. Padahal dalam kontrak, program itu selesai saat kartu diterima dan didistribusikan kepada seluruh masyarakat,” tuturnya di tempat yang sama.
Sementara itu, Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Arteria Dahlan memberikan tenggat waktu sampai pertengahan 2017 kepada Kemendagri untuk menuntaskan perekaman dan pencetakan e-KTP. Pasalnya, sejumlah layanan publik sudah berbasis e-KTP sehingga tanpa kartu tersebut kebutuhan masyarakat tidak terakomodasi.
“Apakah itu untuk pemilihan umum kepala daerah, bantuan sosial, sampai layanan bank. Pemenuhan e-KTP sebagai hak konstitusinal ini wajib hukumnya,” ujarnya.