Kabar24.com, JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menilai implementasi pengaturan angkutan bahan berbahaya dan beracun (B3) belum sepenuhnya terlaksana dengan baik, salah satunya terlihat dari belum tersedianya lahan parkir untuk angkutan B3 di rest area jalan toll.
"Implementasi pengaturan angkutan bahan berbahaya dan beracun belum sepenuhnya terlaksana dengan baik” ujar Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono, Selasa (7/3).
Padahal, bahan B3 adalah bahan yang karena sifat, kosentrasinya dan jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, membahayakan lingkungan hidup, serta mampu merusak kesehatan dan kelangsungan hidup manusia serta mahluk hidup lainnya.
Sementara, berkaitan dengan Penyelenggaraan Angkutan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Jalan, pemerintah melalui Ditjen Perhubungan Darat telah mengeluarkan keputusan No.SK.725/AJ.302/DRJD/2004.
Pada beleid itu, terkait parkir kendaraan pengangkut B3 pada pasal 27 butir a, dinyatakan bahwa kendaraan pengangkut bahan berbahaya dan beracun (B3) dilarang parkir pada tempat-tempat tertentu.
Antara lain seperti daerah milik pribadi atau rumah makan (tanpa ijin pemiliknya), sepanjang 100 meter dari jembatan, terowongan, perumahan dan kantor, kurang dari 100 meter dari daerah kebakaran atau dekat sumber panas yang dapat memanaskan isi tangki.
Padahal, pihaknya sebagai salah satu institusi yang bertanggung jawab terhadap keselamatan transportasi, juga telah mengeluarkan rekomendasi hasil pertemuan antara KNKT dengan Asosiasi Pengusaha Transportasi Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), melalui surat No.KTJ/4/1/KNKT 2016 kepada PT. Jasamarga.
Meskipun, pada sisi lain pihaknya juga mengapresiasi PT. Jasamarga sebagai penyedia prasarana jalan toll, karena telah menindaklanjutinya dengan mengeluarkan surat No.CA2.LL05.186 tertanggal 31 Januari 2017 perihal Pengaturan Parkir Khusus Kendaraan Pengangkut B3 di Rest Area (TI/TIP).
Surat yang ditujukan kepada Direktur Utama PT. Trans Marga Jateng, PT Jasa Marga Pandaan Tol, PT. Jasamarga Surabaya Mojokerto, PT. Marga Lingkar Jakarta, PT. Marga Sarana Jabar dan PT. Jasamarga Bali toll, itu mengintruksikan kepada pengelola jalan toll agar dapat berkoordinasi dengan pengelola rest area (TI/TIP) untuk menyediakan parkir khusus kendaraan pengangkut B3 dan dibuat terpisah dengan kendaraan lainnya.
Selain dibuat terpisah, lanjutnya, juga harus mempertimbangkan jarak aman terhadap bangunan di sekitar dan aman dari pengguna rest area yang dimaksud, berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Sementara itu, KNKT juga meminta kepada pihak terkait seperti pengelola jalan toll, Dinas Perhubungan dan operator pengangkut B3 dan BBM untuk dapat menyediakan fasilitas tempat peristirahatan (rest journey).
Rest journey ini diperuntukan bagi angkutan bahan B3 dan BBM baik yang berada di ruas jalan tol maupun bukan, dikarenakan angkutan dimaksud harus beristirahat apabila telah menempuh perjalanan selama 4 jam.
Selain itu, juga meminta kepada operator angkutan bahan B3 dan BBM untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam terkait kondisi rest area, apakah sudah memenuhi persayaratan atau tidak.
Menurutnya lokasi rest area harus memperhitungkan 2 hal utama, seperti resiko kemacetan ketika melewati jalur titik keramaian dan juga ketersediaan Standar Operasi Presedur (SOP) ketika akan melewati tempat yang beresiko tinggi seperti yang tercantum pada ketentuan yang berlaku.
KNKT juga meminta kepada Asosiasi Pengusaha Transportasi B3 dan PT. Pertamina sebagai operator pengangkut B3 juga dapat mengambil langkah konkrit terkait ketersediaan parkir di jalan toll seperti yang dilakukan oleh PT. Jasamarga.