Kebocoran Informasi
Informasi menyangkut interaksi pribadi Trump dan bagaimana lingkaran terdalam pemerintahannya bekerja itu sampai ke Huffington Post dari orang-orang yang bekerja pada badan-badan kepresidenan dan dari dalam Gedung Putih sendiri. Mereka meminta namanya tidak disebutkan karena tidak ingin kehilangan pekerjaan.
Ada beberapa bocoran informasi yang didasari karena ketidaksetujuan staf terhadap kebijakan-kebijakan Donald Trump --misalnya larangan masuk dan keluar bagi seluruh pengungsi dan pendatang dari tujuh negara berpenduduk mayoritas muslim--, namun lebih banyak lagi dilatarbelakangi oleh keyakinan para staf bahwa kata-kata, kelakuan dan cuitan-cuitan Trump memang memesankan ancaman nyata.
Contohnya, ketika Trump mencuit teknologi peluru kendali Korea Utara tiga pekan sebelum dia resmi memangku jabatan di Gedung Putih, para aparatur keamanan nasional presiden saat itu Barack Obama menjadi blingsatan. Mereka menganggap cuitan Trump itu berisiko memprovokasi Kim Jong-un si diktator muda Korea Utara yang jiwanya labil tetapi mengendalikan senjata nuklir.
Richard Nephew, pakar sanksi Iran dari Departemen Luar Negeri era Obama, mengungkapkan sebagian bocoran dari orang dalam pemerintahan kemungkinan dilakukan demi memberi tahu masyarakat bahwa nasihat-nasihat mereka tidak digubris presiden, padahal kejadian buruk bakal terjadi di depan mata. "Saya kira ini adalah cara orang-orang dalam pemerintahan memberi tahu publik bahwa mereka sudah mencoba melakukan hal yang benar dan itu satu-satunya yang mereka bisa lakukan dalam pemerintahan yang bermusuhan," kata Nephew.
Fakta itu bersesuaian dengan misalnya ketika Associated Press melaporkan rincian pembicaraan telepon pada 27 Januari antara Trump dan Presiden Meksiko Enrique Pena Nieto di mana AP menuliskan bahwa Trump menyebut Meksiko dikuasai bad hombres (penjahat) dan untuk itu dia siap mengirimkan tentara AS ke Meksiko untuk menanganinya. (Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa Trump cuma bercanda).
Lalu, laporan Washington Post mengenai detail percakapan 28 Januari antara Trump dan Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull di mana Trump marah-marah mengecam kesepakatan pengiriman pengungsi yang ditampung sementara di Australia untuk diteruskan ke Amerika Serikat, padahal itu adalah kesepakatan bilateral Australia-AS yang sudah ditandatangani kedua belah pihak.
Sementara itu, New York Times, menurunkan tulisan yang menggambarkan seorang presiden yang merenung sendirian di tengah malam di Gedung Putih sambil mengenakan kimono mandi, yang terlalu sering menonton televisi kabel dan menyalurkan keputusasaannya dengan mengeluarkan cuitan-cuitan penuh kemarahan.
"Saya kira itu lolongan meminta bantuan," kata Elizabeth Rosenberg, pakar kontraterorisme pada Departemen Keuangan era Obama. Dia mengungkapkan banyak staf pemerintahan yang tetap bekerja pada badan-badan keamanan nasional di bawah Trump menyaksikan apa yang sedang terjadi dan menyebut kelakuan Trump itu didorong oleh motif yang sederhana, yakni "ketidakpercayaan dan kebutuhan untuk berbagi."
Gedung Putih tentu saja membantah semua kabar ini, termasuk laporan Trump punya kimono mandi sendiri. Pejabat Gedung Putih lainnya membantah anggapan bahwa staf pemerintahan Trump meremehkan kompetensi dia.
Ron Kaufman, yang bekerja di Gedung Putih era Presiden George H.W. Bush pada akhir 1980-an dan awal 1990-an, menjelaskan bahwa bocoran informasi dari dalam pemerintahan Trump adalah umum terjadi pada awal-awal pemerintahan. "Selalu ada bocoran. Setiap presiden dalam sejarah berkata bahwa 'pers membenci saya' dan 'terlalu banyak kebocoran'", kata dia.