Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengklarifikasi soal isu dirinya ingin memroses hukum kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin.
Ahok, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (1/2/2017), menyatakan apa yang terjadi di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (31/1/2017) itu merupakan proses persidangan sehingga dirinya sebagai terdakwa sedang mencari kebenaran.
"Pertama, saya memastikan bahwa saya tidak akan melaporkan Kyai Ma'ruf Amin ke polisi. Kalaupun ada saksi yang dilaporkan adalah saksi pelapor, sedangkan Kyai Ma'ruf bukan saksi pelapor beliau seperti saksi dari KPU DKI Jakarta yang tidak mungkin dilaporkan," kata Ahok.
Kedua, dirinya meminta maaf kepada Ma'ruf Amin apabila terkesan memojokkan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Saya mengakui beliau juga sesepuh Nahdlatul Ulama (NU). Saya menghormati beliau sebagai sesepuh NU seperti halnya (kepada) tokoh-tokoh lain di NU seperti Gus Dur, Gus Mus, dan tokoh-tokoh lainnya yang saya hormati dan panuti," tuturnya.
Mengenai informasi telepon Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) kepada Ma'ruf Amin pada 7 Oktober 2016, ia mengatakan, itu adalah urusan penasihat hukum.
"Saya hanya disodorkan berita dari liputan6.com pada 7 Oktober bahwa ada informasi telepon SBY ke Kyai Ma'ruf. Selanjutnya terkait soal ini saya serahkan kepada penasihat hukum saya," ucap Ahok.
Dalam sidang kedelapan Ahok itu, jaksa penuntut umum memangiil lima saksi, antara lain dua saksi fakta yang bekerja sebagai nelayan di Pulang Panggang, Kepulauan Seribu, yaitu Jaenudin alias Panel bin Adim dan Sahbudin alias Deni.
Selanjutnya Ketua MUI Ma'ruf Amin dan Komisioner KPU DKI Jakarta, Dahlia Umar sebagai saksi. Satu saksi lagi yaitu Ibnu Baskoro sebagai saksi pelapor.
Namun, dua saksi fakta dari Pulau Panggang tidak hadir dalam persidangan tersebut.
Ahok dikenai dakwaan alternatif yakni Pasal 156-a dengan ancaman 5 tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman 4 tahun penjara.
Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.
Sementara menurut Pasal 156-a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.
Ahok: Saya Tidak Akan Melaporkan Kyai Ma'ruf Amin
Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengklarifikasi soal isu dirinya ingin memroses hukum kepada Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Konten Premium