Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah kalangan meminta badan pengawas Rancangan Undang-undang No. 5/1999 dibentuk dari tim independen.
Badan pengawas dinilai perlu dibentuk untuk mengawasi jalannya Revisi UU tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sekaligus mengawasi penerapan kewenangan tambahan yag diberikan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Rencananya, amendemen RUU Persaingan Usaha akan diundangkan selambat-lambatnya pada Januari 2017. RUU ini telah masuk di tahap rapat dengar pendapat di badan legislasi (baleg).
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahli Lahadahlia mengatakan Komisi VI DPR RI, selaku penanggung jawab RUU Persaingan Usaha, harus segera membentuk badan pengawas dan kode etik.
Badan pengawas ini untuk selanjutnya mengawasi penerapan undang-undang setelah ketok palu. “Sejatinya badan pengawas ini dibentuk dari tim independen yang tidak memiliki kepentingan politik apapun,” katanya kepada Bisnis, Kamis (17/11/2016).
Dia menyayangkan jika badan pengawas adalah Komisi VI itu sendiri. Menurutnya, Komisi VI harus membentuk tim pengawas independen terdiri dari perwakilan kalangan pengusaha dan akademis. Dengan begitu, tim pengawas mampu melaksanakan tugasnya secara lebih profesional tanpa bersingunggan dengan kepentingan politik masing-masing golongan.
Menurutnya, Komisi VI merupakan regulator dan lembaga politik yang sarat kepentingan politik. Hal ini dinilai membahayakan untuk pengawasan kode etik. Oleh karena itu, badan pengawas harus diambil dari pihak di luar dewan perwakilan rakyat (DPR).
Bahlil memandang tujuan utama badan pengawas yaitu untuk mengawasi KPPU dalam menggunakan wewenang barunya. Kalau tidak diawasi, lanjut dia, ditakutkan KPPU menyalahgunakan kewenangan dan menjadi lembaga yang superbody. “Kami mendukung penuh penguatan lembaga KPPU. Namun penguatan ini memang harus diawasi agar tidak main hantam,” tuturnya.
Di sisi lain, tambah Bahlil, poin perubahan pada UU Persaingan Usaha akan menumbuhkan pelaku usaha baru di Indonesia. Selama ini, pelaku usaha baru yang mayoritas adalah pelaku usaha kecil mikro dan menengah (UMKM) membutukan waktu yang lama untuk naik kelas. Hal ini desebabkan oleh sistem monopoli di Indonesia yang tinggi.
“Padahal pengusaha nasional kita itu 98% adalah sektor UMKM pribumi. Tapi posisi mereka belum bisa naik kelas. Rentetan bisnis masih dikuasai oleh pemain-pemain besar,” ungkapnya.
Dengan penguatan KPPU, dia berharap mampu mepersempit ketimbangan antara pelaku usaha raksasa dengan UMKM. Beberapa perusahan besar, kata dia, memonopoli jalur bisnis dari produksi, distribusi hingga ritel. “Beri jatah ke UMKM untuk bisa masuk ke lini bisnis tersebut.”
Ketua Kamar Dagang dan Industri DKI Jakarta Sarman Simanjorang mengatakan hal serupa. Badan pengawas harus segera dibentuk seiring dengan penguatan KPPU. Berbeda dengan asosiasi pegusaha lainnya, Kadin Jakarta merespons positif revisi UU Persaingan Usaha.
“Tapi perlu diingat jangan sampai KPPU jadi alat politik yang dipolitisasi pihak tertentu. Oleh karena itu, harus ada badan pengawas independen,” katanya.
Menurutnya, penguatan KPPU dapat memberikan perlidungan ekstra kepada UMKM dan konsumen. Perusahaan besar tidak perlu takut dengan adanya penembahan kewenangan KPPU. “Kalau tidak melakukan kesalahan dan tidak melanggar persaingan usaha yang sehat, kenapa harus takut.”