Kabar24.com, MALANG—Bahasa Indonesia dinilai mampu menjadi penjaga integrasi bangsa yang efektif sehingga jika bahasa tersebut punah, maka punah pula negara Indonesia.
Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Setya Yuwana mengatakan karena alasan itulah maka pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah tak bisa hanya bertujuan agar siswa menguasai struktur bahasa, namun harus menjadi strategi budaya agar lebih mencintai bangsa.
“Masalah ini tak bisa diremehkan karena jika Bahasa Indonesia punah, maka negara ini juga bisa ikut punah,” ucapnya.
Dia juga menilai, perlu mengintegrasikan budaya Indonesia yang multikultural sebagai bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran bahasa harus bisa memanfaatkan keragaman kultural dan kearifan lokal masyarakat agar siswa mampu menciptakan makna berdasarkan apa yang dialaminya sehari-hari.
Dengan begitu, maka bahasa akan menjadi kekuatan untuk membangun perilaku yang humanis, pluralis, dan demokratis.
Pemerhati Bahasa Indonesia dari Universitas Muhammadiyah Malang Ekarini Saraswati mengaku prihatin dengan penggunaan Bahasa Indonesia sehari-hari di kalangan anak muda, terutama di perkotaan.
“Mereka sering mencampur aduk Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris secara asal-asalan, terutama di media sosial,” katanya.
Guru Besar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Malang (UM) Prof Djoko Saryono menegaskan cipta sastra cukup fungsional sebagai wahana pembelajaran moral dan karakter bangsa.
“Sastra juga dapat menjadi pintu masuk dalam memberikan pengalaman etis dan moral bagi para pelajar,” katanya di Malang dalam Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia di UMM, Rabu (16/11/2016).
Kegiata tersebut berlangsung sejak Selasa (15/11/2016).
Sayangnya, kata dia, mata pelajaran Bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 telah melupakan sastra, setidak-tidaknya meminggirkan sastra. “Kurikulum Bahasa Indonesia terlampau memuja-muja teks-teks nonsastra yang tak mudah dipahami dan tak jelas arahnya."
Sementara Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UMM Hari Sunaryo mengatakan dengan mengadaptasi kearifan lokal, pembelajaran sastra dapat mengokohkan jati diri bangsa yang berakar dari nilai-nilai keindonesiaan.
Sebagai entitas budaya, menurut Hari, kearifan lokal telah teruji memiliki daya yang bermakna strategis dalam menjaga dan mengembangkan kebudayaan.
“Dengan mengadaptasi secara kreatif kearifan lokal ke dalam sistem pembelajaran, hal itu tentunya akan berimbas pada kokohnya nilai-nilai kebangsaan,” ucapnya.
Sedangkan dosen Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Budinuryanta Yohanes menegaskan, pembelajaran bahasa Indonesia tidaklah cukup terpumpun pada pembelajaran kaidah dan kefasihan berbahasa, tetapi harus berorientasi pada pembentukan kepribadian keindonesiaan.
