Bisnis.com, JAKARTA - PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo masih berupaya membujuk Standart Chartered Bank agar bersedia meminjamkan kembali uang klaim asuransi guna pembiayaan proposal perdamaian.
Kuasa hukum PT Dwi Aneka Jaya Kemasindo Alamo D. Laiman mengatakan bank yang berbasis di London tersebut masih bersikeras menggunakan dana klaim asuransi untuk melunasi tagihannya. Adapun, kreditur lain termasuk PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. menginginkan dana tersebut untuk mempercepat penyelesaian utang.
"Kami masih berupaya menggoyang sikap SCB, dana asuransi bisa digunakan untuk pembangunan pabrik baru guna menambah kemampuan produksi," kata Alamo, Kamis (13/10/2016).
Dia menambahkan upaya negosiasi masih terus dilakukan terhadap SCB dan Bank Mandiri sebagai kreditur pemegang hak jaminan kebendaan atau separatis tersebut. Jika dijumlah, tagihan keduanya cukup besar untuk mempengaruhi hak suara yakni mencapai Rp1,1 triliun.
Sementara itu, upaya lain sebagai pembiayaan proposal perdamaian adalah melalui investor baru. Saat ini, belum ada calon investor yang memberikan term sheet nyata kepada debitur.
Alamo mengungkapkan setidaknya terdapat enam calon investor yang masih melakukan uji tuntas (due dilligence). Salah satu calon investor tersebut merupakan rekomendasi dari Bank Mandiri.
Bank pelat merah tersebut, imbuhnya, mendukung adanya pembangunan kembali pabrik debitur yang sebelumnya terbakar. Peningkatan produksi akan berbanding lurus dengan pendapatan, sehingga pelunasan kepada para kreditur bisa semakin cepat.
Pihaknya menuturkan jika hingga batas akhir restrukturisasi sikap SCB masih tidak berubah debitur akan minta perpanjangan masa penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Jumlah hari masih akan dibicarakan dengan prinsipal.
Perusahaan berkode emiten DAJK itu telah mengasuransikan pabriknya kepada Asuransi Tokio Marine Indonesia (ATMI) dengan nilai pertanggungan maksimal mencapai Rp258,16 miliar. Posisi SCB sebagai tertanggung menjadikan klaim asuransi tersebut langsung masuk ke rekening bank tanpa melalui debitur.
"Kami sendiri ingin perusahaan ini terus jalan tidak pailit, negosiasi akan dilakukan sampai tercapai perdamaian," ujarnya.
Dalam perjanjian perdamaian, debitur akan membayar 40% dari total kreditur separatis terlebih dahulu jika tidak mendapatkan dana hasil klaim asuransi. Tenor pembayarannya mencapai enam tahun dengan permintaan masa jeda (grace period) selama dua tahun.
Pembayaran tersebut, lanjutnya, akan menggunakan skema cash waterfall. Sementara, 60% sisa utang akan diselesaikan selama delapan tahun setelah pembayaran sebelumnya lunas.
Dalam kesempatan yang sama, salah satu pengurus PKPU DAJK Charles Pandjaitan mengatakan debitur masih berkesempatan untuk mengubah kembali proposal perdamaian. Adapun, jadwal pembahasannya pada 19 Oktober 2016.
"Kreditur lain memilih untuk bersikap menunggu proposal yang terbaik," kata Charles.
Dia menuturkan pemungutan suara atas proposal perdamaian akan dilakukan pada 24 Oktober 2016. Nasib DAJK akan ditentukan selang dua hari kemudian saat rapat permusyawaratan majelis hakim, untuk damai, perpanjangan, atau pailit.