Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Suratkabar China Olok-olok Pilpres AS

Dua koran utama pemerintah China mengolok-olok pemilihan presiden Amerika Serikat, Sabtu, mengatakan, banyak skandal pada dua calonnya menunjukkan negara itu tidak punya hak menggurui negara lain soal demokrasi.
Donald Trump dan Hillary Clinton/Reuters
Donald Trump dan Hillary Clinton/Reuters

Kabar24.com, BEIJING--Dua koran utama pemerintah China mengolok-olok pemilihan presiden Amerika Serikat, Sabtu, mengatakan, banyak skandal pada dua calonnya menunjukkan negara itu tidak punya hak menggurui negara lain soal demokrasi.

Pemerintah cenderung tidak menanggapi pemilihan presiden itu karena tidak ingin dilihat ikut campur urusan dalam negeri negara lain, tapi media pemerintah justru gencar membahas masalah tersebut.

Politik satu partai -Komunis- China kerap dikritik negara lain, khususnya AS, namun China mengatakan, negara lain tidak berhak mencoba dan memaksanya berubah karena sistem itu dinilai tepat.

Media milik partai itu, "People's Daily" menilai pemilihan presiden AS berjalan "kacau", khususnya jika terkait masalah pajak, yang menimpa calon "bermulut besar" Partai Republik, Donald Trump, dan penggunaan surat elektronik pribadi serta kesehatan calon dari Partai Demokrat, Hillary Clinton.

Kedua calon itu tampak fokus pada skandal pribadi daripada membahas masalah penting, terlihat dalam debat pertama calon presiden itu, kata koran tersebut.

"Keanehan semacam itu jelas menunjukkan sistem politik AS yang dalam praktiknya cukup korup," tambahnya dalam kolom opini ditulis oleh nama pena "Zhong Sheng" berarti "Suara China".

Nama itu kerap digunakan untuk memberi pandangan terkait kebijakan luar negeri.

"Dalam kurun waktu lama, sistem pilpres AS digunakan sebagai alat yang menjamin superioritas negaranya, bahkan dipakai untuk mengkritisi sebagian besar negara berkembang," katanya.

"Arogansi 'pendeta demokrasi' itu mesti dipikirkan ulang," katanya.

Koran lain, "Global Times" dalam tejuknya berbahasa China dan Inggris mengatakan, skandal tersebut menunjukkan tidak ada hal unggul dalam demokrasi Barat.

"Negara Barat punya sistem hukum baik untuk menjamin stabilitas sosial di tengah kekacauan tersebut, tetapi banyak negara berkembang belajar dari mereka justru menjadi tidak stabil," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Rustam Agus
Sumber : Antara/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper