Bisnis.com, MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Selasa (4/10/2016), menyatakan kemarahan kepada Amerika Serikat Barack Obama dengan mengatakan "pergi sana, ke neraka" dan mengungkapkan AS telah menolak menjual persenjataan ke negaranya.
Namun, Duterte menegaskan dirinya tidak peduli dengan penolakan AS itu karena masih ada Rusia dan China yang bersedia menjual senjata kepada Filipina.
Duterte menuturkan ia sedang menyusun kembali kebijakan luar negerinya karena Amerika Serikat telah mengecewakan Filipina.
Dan pada suatu titik, "Saya akan putus dengan Amerika," tambahnya.
Tidak jelas apa yang dimaksudnya dengan "putus".
Saat menyampaikan pidato kerasnya di Manila, Duterte mengatakan Amerika Serikat tidak mau menjual peluru kendali dan persenjataan lainnya. Tapi, katanya, Rusia dan China telah menyampaikan kepada dirinya kedua negara itu bisa dengan mudah mempersiapkan persenjataan yang diperlukan Filipina.
"Walaupun ini mungkin terdengar kotor bagi Anda, saya memiliki tugas mulia untuk menjaga integritas republik ini dan kesehatan rakyat," ujar Duterte.
"Kalau Anda tidak mau menjual senjata, saya akan berpaling ke Rusia. Saya sudah mengirim beberapa jenderal ke Rusia, dan Rusia mengatakan 'tidak usah khawatir, kami punya semua yang kalian perlukan dan kami akan memberikannya kepada kalian'." "Dan China, mereka mengatakan 'datang saja dan tanda tangan, semuanya akan dikirim'."
Di Washington, para pejabat AS tidak memedulikan pernyataan Duterte itu. Menurut mereka, komentar-komentar Duterte itu "bertentangan" dengan hubungan hangat dan pertemanan Filipina-AS yang telah berjalan selama berpuluh-puluh tahun.
Juru bicara Gedung Putih Josh Earnest mengatakan tidak ada komunikasi dari Filipina soal negara itu mengubah hubungan dengan AS.
Namun, Earnest tidak ragu mengkritik taktik Duterte dalam perang maut yang dilancarkan pemimpin Filipina itu terhadap obat-obatan terlarang.
"Bahkan pada saat kami menjaga pertemanan kuat [AS-Filipina] ini, pemerintah dan (rakyat) Amerika Serikat tidak akan ragu untuk menyuarakan keprihatinan kita terhadap pembunuhan semena-mena," katanya dalam jumpa pers.
'Neraka Sudah Penuh' Pada Minggu, Duterte mengatakan ia telah mendapat dukungan dari Rusia dan China ketika dirinya menungkapkan keluhan kepada kedua negara itu soal sikap AS.
Presiden juga mengatakan ia akan meninjau kembali Kesepakatan Peningkatan Kerja Sama Pertahanan AS-Filipina.
Melalui kesepakatan yang ditandatangani pada 2014 itu, pasukan AS boleh menggunakan sejumlah pangkalan Filipina.
Kesepakatan itu juga memungkinkan pasukan AS mendirikan fasilitas penyimpanan bagi operasi keamanan maritim, kemanusiaan dan tanggap darurat bencana.
Duterte mengatakan Amerika Serikat seharusnya mendukung Filipina dalam memerangi masalah kronis negaranya menyangkut peredaran obat-obatan terlarang. Sebaliknya, AS, demikian pula dengan Uni Eropa, justru mengkritik dirinya atas tingginya jumlah orang yang tewas.
"Bukannya membantu kita, yang pertama melancarkan kritik justru Departemen Luar Negeri. Jadi, pergi sana ke neraka, Bapak Obama, pergi ke neraka," tandasnya.
"Uni Eropa, kalian lebih baik pilih penyucian diri. Neraka sudah penuh. Kenapa saya harus takut kepada kalian?" Pada pidato setelahnya, Duterte mengatakan ia merasa emosi karena Amerika Serikat belum pernah bersikap sebagai teman bagi Filipina sejak ia terpilih sebagai presiden pada Mei.
"Mereka (AS) hanya ... mencerca presiden lain di depan masyarakat internasional," katanya di depan suatu komunitas Yahudi.
"Ini yang sekarang akan terjadi, saya akan menyusun kembali kebijakan luar negeri saya. Pada akhirnya, pada masa saya mungkin saya akan putus dengan Amerika." Tidak jelas apakah yang dimaksud Duterte dengan "masa saya" itu berarti masa jabatannya selama enam tahun sebagai presiden.