Kabar24.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Amran HI Mustary, Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX Maluku dan Maluku utara di rumah tahanan (Rutan) Polres Jakarta Pusat.
Penahan itu dilakukan untuk mempermudah penyidikan kasus suap proyek infrastrusktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.
Komisioner KPK La Ode M. Syarief memaparkan penahanan itu dilakukan setelah penyidik lembaga antikorupsi mengantongi alat bukti yang cukup untuk menahan pejabat di BPJN Wilayah IX itu.
“Penahanan itu dilakukan, karena bukti-buktinya yang didapat penyidik sudah cukup,’ kata dia di Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Penahanan terhadap Amran untuk mempercepat proses penyidikan. Pasalnya, dari hasil penyidikan yang dilakukan KPK dugaan sementara, aliran uang tidak hanya mengalir ke pejabat daerah tetapi, dikuatkan dengan fakta persidangan, uang itu juga mengalir ke pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
“Itu salah satu yang akan diteliti penyidik, soal kemungkinan uang itu mengalir ke atas itu menjadi pertimbangan,” imbuhnya.
Dia mengakui, ada beberapa pejabat kementerian tersebut yang sebelumnya menerima uang telah mengembalikannya ke KPK. Meski demikian, KPK menegaskan pengembalian uang tidak akan menghapus pidana asalnya. Terlebih, pengembalian uang itu dilakukan setelah kasus itu bergulir.
Sebelumnya, dalam sidang terhadap terdakwa bekas anggota Komisi V DPR RI Damayanti Wisnu Putranti, Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjoyono dan Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian PUPR Hasanudin menyatakan pernah menerima uang dari Amran HI Mustary.
Taufik sesuai dengan pengakuannya menerima uang senilai US$10.000 dan Hasanudin juga menerima uang senilai US$5.000. Uang itu diduga terkait dengan proyek jalan raya yang bakal dikerjakan oleh BPJN Wilayah IX Maluku dan Maluku Utara. Hanya saja, setelah kasus itu bergulir, keduanya ramai-ramai mengembalikan uang tersebut.
Secara terpisah, penasihat hukum Amran, Hendra Karianga pun membenarkan soal kemungkinan aliran dana ke beberapa pejabat di Kementerian PUPR. Menurutnya, kepala balai tugasnya hanya melakukan monitoring saja. Proyek dan dananya dari atas.
Soal permintaan uang dari pejabat di kementerian tersebut, kata Hendra, karena proyek dari pusat aliran dana itu mengalir ke pejabat pusat dari tingkat Biro hingga Sekjen.
Adapun perkara ini KPK bermula dari penangkapan terhadap Damayanti Wisnu Putranti, Damayanti diduga menerima uang dari Abdul Khoir Direktur di PT Windhu Tunggal Utama terkait proyek di kementerian tersebut. Selain Damayanti, KPK juga telah menetapkan enam tersangka lainnya.
Keenam tersangka itu yakni Amran HI Mustary, Andi Taufan Tiro, Budi Supriyanto, Dessy A Edwin, Julia Prasetyarini, dan Abdul Khoir.