Bisnis.com, BEIJING - Pada 2010, menteri luar negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, memicu reaksi keras dari Beijing karena dianggap terlalu keras dalam persoalan sengketa wilayah Laut China Selatan.
Kini, Beijing mengikuti dengan waspada pertarungan Clinton dengan Donald Trump untuk menjadi presiden Amerika Serikat.
Clinton--yang merupakan penggagas politik luar negeri Asia pivot--adalah tokoh yang sangat dikenal di kalangan pejabat China namun tidak disukai.
Di sisi lain, meskipun Trump sering mengucapkan komentar pedas soal defisit perdagangan antara negaranya dengan China, dia adalah tokoh yang relatif belum diketahui.
"Clinton akan menjadi lawan yang sulit," kata seorang sumber diplomatik China kepada Reuters sambil mengakui tidak terlalu tahu banyak soal pendirian politik luar negeri Trump.
Diplomat-diplomat China telah mengetahui sikap Clinton karena telah bertahun-tahun berkomunikasi saat tokoh tersebut menjadi ibu negara dan menteri luar negeri. Mereka tahu bahwa Clinton adalah pengkritik keras Beijing dalam berbagai hal, dari sengketa Laut China Selatan, perdagangan, sampai hak asasi manusia.
China masih mengingat tahun 2010 dalam pertemuan puncak keamanan Asia Tenggara di Hanoi. Saat itu, Cinton secara terbuka mengatakan bahwa dalam persoalan sengketa Laut China Selatan, solusi akses terbuka dan hukum adalah "kepentingan nasional" Amerika Serikat.
China kemudian merespon dengan memperingatkan agar negara-negara yang terlibat sengketa tidak besar kepala karena mendapat dukungan dari Amerika Serikat.
"Hillary adalah tokoh yang sangat keras jika menyangkut China," kata seorang pejabat Beijing yang dekat dengan elit militer kepada Reuters.
Meski pemerintah China masih diam soal pemilu Amerika Serikat, media lokal di sana tidak demikian. Salah satu surat kabar bahkan menyamakan Trump dengan Hitler.
Pada Mei lalu, Kantor Berita Xinhua menyebut Trump adalah tokoh yang lebih isolasionis dibandingkan dengan Clinton--yang mereka nilai sebagai "tokoh politik luar negeri lama" dan pendukung Asia pivot yang mengancam China.
"Menjadi tokoh yang keras dalam politik luar negeri adalah caranya untuk menunjukkan 'kepemimpinan' Amerika Serikat," tulis Xinhua.
Sementara itu Trump mungkin akan memperoleh sedikit simpati dari China.
"Siapa Trump? Kami tidak tahu. Kami tahu dia membenci Muslim, dan mungkin sikap itu akan disambut baik di beberapa kalangan di sini," kata seorang pejabat yang punya hubungan baik dengan militer.
Trump juga mungkin tidak akan terlalu peduli dengan catatan hak asasi manusia China dibandingkan dengan Clinton.
Pada 2011 lalu, Clinton mengatakan bahwa China "melakukan kesalahan bodoh" jika membatasi kemerdekaan. Setahun kemudian, dia terlibat jauh dalam upaya pembebasan tokoh pemberontak Chen Guangcheng dari China.
Beijing Lebih Suka Trump Dibanding Clinton
Pada 2010, menteri luar negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton, memicu reaksi keras dari Beijing karena dianggap terlalu keras dalam persoalan sengketa wilayah Laut China Selatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium