Kabar24.com, WASHINGTON -- Lewat sentuhan sarkasme, calon presiden Hillary Clinton mengejek calon presiden dari Partai Republik Donald Trump karena temperamennya.
Selama pidato kebijakan luar negerinya Kamis lalu Clinton meluncurkan serangan terberatnya melawan Trump di salah satu pidato kampanye dengan fokus pada temperamen Trump.
"Tidak sulit untuk membayangkan Donald Trump memimpin kita ke dalam perang hanya karena seseorang mengganggu kulit tipisnya,"kata Hillary
Trump secara terang-terangan menunjukkan permusuhan dengan lawan partainya dan mengkritik bahwa ia akan melakukan hantaman yang bahkan lebih keras atas serangan politik atau laporan berita tak menyenangkan.
Menurut daftar yang disusun oleh The New York Times, di Twitter Trump telah menghina setidaknya 210 orang, tempat dan hal-hal sejak mendeklarasikan pencalonan presidennya Juni lalu, dan daftar itu belum termasuk sasaran penghinaan Trump yang disiarkan pada tv kabel
"Apakah kita ingin dia membuat panggilan itu? Seseorang berkulit tipis dan cepat marah yang mengeluarkan caci-maki bahkan pada kritik terkecil Apakah kita ingin jarinya di dekat tombol," tanya Clinton.
Clinton pada pidatonya membuat sindiran tentang keadaan psikologis Trump. Menggambarkan Trump sebagai "temperamental tidak layak" untuk presiden AS
"Saya tidak mengerti daya tarik aneh Donald terhadap diktator dan laki-laki yang kuat yang tidak memiliki cinta untuk Amerika," kata Clinton, merujuk pujian masa lalu Trump untuk Presiden Rusia Vladimir Putin dan kata-kata Trump akan berbicara dengan Presiden Korea Utara Kim Jong Un jika terpilih.
"Saya akan menyerahkan kepada psikiater untuk menjelaskan mengapa dia begitu memuja tiran," katanya.
Menanggapi pernyataan Clinton, Trump menyebut pidato tersebut sebagai "pidato kebencian."
"Jika orang ingin menang, mereka membutuhkan temperamen seperti saya. Jika orang ingin stagnan dan turun, mereka membutuhkan temperamen yang mudah bengkok seperti Hillary,” kata Trump pada hari Kamis dalam sebuah wawancara dengan The Wall Street Journal.
Menurut jajak pendapat Wall Street Journal / ABC News yang dirilis pada bulan Mei, mayoritas orang Amerika berpikir Clinton akan lebih baik daripada Trump untuk menangani kebijakan luar negeri.
"Sebagai Menteri Luar Negeri dan mantan ibu negara, saya mendapat kehormatan untuk mewakili Amerika di luar negeri dan membantu membentuk kebijakan luar negeri kita dari rumah," kata Clinton.
"Dan saya telah duduk pada posisi yang menyarankan presiden pada beberapa pilihan terberat yang dihadapinya," tambahnya.
Meskipun dia mencatat perannya dalam membantu membentuk kebijakan luar negeri AS di tahun-tahun terakhir, Clinton tidak menyebutkan perannya dalam partisipasi AS pada pemboman NATO terhadap perang Libya pada 2011 perang yang menyebabkan negara Afrika Utara sebagai negara gagal dan surga teroris.