Kabar24.com, JAKARTA - Badan Intelijen Negara (BIN) menolak pembentukan Badan Cyber Nasional (BCN) yang akan rampung dalam waktu dekat karena dianggap hanya akan menghabiskan anggaran negara.
Bambang Sosirianto, Direktur 54 Badan Intelijen Negara, mengemukakan sebaiknya pemerintah memanfaatkan sumber daya yang sudah ada daripada membentuk badan baru seperti Badan Cyber Nasional yang diyakini hanya akan menghabiskan anggaran negara.
Menurutnya, BIN juga telah memiliki divisi khusus yang diklaim dapat menangani berbagai ancaman siber dari luar yang mengancam kedaulatan negara.
“Lebih baik kita berdayakan yang sudah ada saja, daripada nantinya membentuk badan baru dan akan memboroskan anggaran,” tuturnya kepada Bisnis dalam acara seminar Indonesia Cyber Security Updates dan bedah buku The Snowden Files yang digelar Bisnis Indonesia dan Multipolar serta IBM di Jakarta, Rabu (11/5/2016).
Deputi 54 Badan Intelijen Negara itu juga berpandangan penanganan ancaman siber saat ini sangat dibutuhkan Indonesia karena trennya semakin hari semakin mengkhawatirkan masyarakat.
Menurutnya, ancaman lain yang ada di dalam dunia cyber yaitu adalah ancaman media sosial yang seringkali memuat dan menyebarkan berita hoax sehingga membuat masyarakat khawatir.
“Sekarang itu kan kami lumayan kesulitan ya, karena banyak sekali media sosial dari luar yang menyebarkan berita-berita hoax. Kami sulit untuk mencari tahu siapa yang menyebarkan berita hoax pertama kali di media sosial,” katanya.
Berkaitan dengan media sosial atau layanan over the top asing, BIN mendukung penuh langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang akan mengatur keberadaan layanan OTT asing melalui regulasi peraturan menteri yang akan dibentuk dalam waktu dekat. “Minimal semua pemain OTT asing ini harus menaruh servernya di sini [Indonesia], kami mendukung itu,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Keamanan Informasi Kemkominfo, Aidil Chendramata mengemukakan pengamanan siber saat ini sangat diperlukan di Indonesia.
Pasalnya berdasarkan data Indonesia Cyber Security Report 2015 yang dipublikasikan oleh SIRTII, ada sebanyak 435.763 malware yang aktif dengan total celah kemanan informasi sebesar 26.331 informasi. “Kita harus segera mengantisipasi ini karena saat ini jumlah malware aktif sangat banyak, ya,” katanya.
Selain itu, Indonesia Cyber Security Report 2015 juga telah menyebutkan ada sebanyak 12.793 website yang telah diserang oleh sekelompok hacker dengan total serangan terbanyak ada pada website domain .go.id yaitu sebanyak 4.599 serangan.
Kemudian, total aktivitas menipulasi dan kebocoran data ada sebanyak 7.580 aktivitas dengan jumlah total serangan keseluruhan mencapai 28.430.843 serangan. “Negara yang paling banyak di serang adalah Amerika Serikat dan sumber serangan paling banyak ada di Indonesia,” katanya.
Sementara itu, Pengamat Siber dari Universitas Pertahanan Yono Reksoprodjo berharap agar masing-masing institusi pemerintah dapat menghilangkan ego sektoral dalam membentuk Badan Cyber Nasional.
Dirinya berpandangan saat ini setiap institusi terkait tengah tarik-menarik dan menunjukkan eksistensi untuk mendapatkan label institusi yang tepat dalam membentuk BCN.
“Semoga ke depan pemerintah dapat segera membentuk BCN ini karena kondisi saat ini semakin mengkhawatirkan, hilangkan dulu itu masing-masing ego sektoralnya,” ujarnya.