Bisnis.com, PERTH - Sejarah terukir. Untuk kali pertama, mulai 12 April 2016, parlemen negara bagian Victoria di Australia melegalkan obat berbahan daun ganja.
Rancangan undang-undang (RUU) yang disebut dengan "Access to Medicinal Cannabis" itu telah diajukan 8 Desember 2015. Penerapannya pada awal 2017.
Seperti dikutip dari kantor berita Australia, AAP (12/4), penerima obat berbahan ganja itu di fase perdana akan meliputi pasien anak dengan epilepsi berat.
Menteri Kesehatan Australia Jill Hennessy pada hari-H Undang-undang Obat Berbahan Ganja itu disahkan mengatakan, "Tentu sangat memilukan melihat keluarga harus memilih antara melanggar hukum dan melihat anak mereka menderita... dan sekarang mereka tidak perlu mengalami dilema itu." Undang-undang ini jelas memberikan kerangka hukum bagi pembuatan obat, pasokan, dan akses terhadap produk medis berbahan daun ganja untuk penduduk di negeri bagian Victoria.
Masih menurut Jill Hennessy, obat-obatan berbahan baku daun ganja itu akan tersedia dalam bentuk minyak, kapsul, semprot, dan cairan. Secara bertahap akan dibuat tersedia untuk terapi rutin dan bagi mereka yang mengidap HIV.
Sebuah kantor khusus yang menangani pengobatan berbahan ganja juga akan didirikan untuk mengawasi pembuatan obat serta aspek klinis yang meliputinya.
Obat berbahan ganja telah legal di berbagai negara, di antaranya 20 negara bagian di Amerika Serikat, Spanyol, Uruguay, dan Israel.
Di tingkat federal Australia, undang-undang menanam ganja untuk keperluan medis atau sains telah disahkan pada bulan Februari 2016.
Semangat untuk melegalkan obat berbahan ganja juga menguat di negara bagian Queensland. Pada tahun lalu mereka mengumumkan uji coba pengobatan anak-anak pengidap epilepsi menggunakan ganja pada tahun ini.
Premier negara bagian New South Wales, Mike Baird, seperti disitir ABC.net.au juga mengumumkan 330 pasien yang mengalami muntah-muntah akibat kemoterapi akan ikut dalam uji coba klinis tablet berisi ganja buatan perusahaan Kanada.
Uji coba ini merupakan kali ketiga setelah pengujian serupa dilakukan terhadap pasien dewasa dengan penyakit mematikan dan pasien anak penderita epilepsi akut.
Indonesia Masih Melarang Bila Australia sudah melegalkan pemanfaatan ganja untuk kebutuhan medis, terutama untuk pasien dengan epilepsi akut, bagaimana dengan Indonesia? Di Indonesia, peredaran ganja diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961.
Pengaturan ganja juga termaktub dalam UU No. 35/2009 tentang Narkotika. Dalam Lampiran I Butir 8, disebutkan bahwa ganja masuk dalam jenis narkotika Golongan I.
Pasal 7 berbunyi: "Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi." Dalam Penjelasan atas UU RI No. 35/2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "pelayanan kesehatan" adalah termasuk pelayanan rehabilitasi medis.
Sementara itu, "pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi" adalah penggunaan narkotika, terutama untuk kepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan, serta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan, penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap narkotika.
Kepentingan pendidikan, pelatihan, dan keterampilan termasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak narkotika dari pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai, Badan Narkotika Nasional, serta instansi lainnya.
Pasal 8 Ayat (1) menegaskan bahwa narkotika Golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan. Namun, ada pengecualian sebagaimana termaktub dalam Ayat (2): "Dalam jumlah terbatas, narkotika Golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan." Pembatasan penggunaan ganja juga memuat ancaman hukuman yang cukup keras sebagaimana diatur dalam Pasal 11. Mereka yang menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 12 tahun serta pidana denda paling sedikit Rp800 juta dan paling banyak Rp8 miliar.
Jika perbuatan menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman tersebut beratnya melebihi 1 kilogram atau melebihi lima batang pohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditambah sepertiga.
Pemerintah berpendirian melarang ganja atas dasar ratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika 1961 melalui Komisi Obat-obatan terlarang dan Narkotika Internasional (CND).
Wakil Direktur Kejahatan Transnasional Kementerian Luar Negeri Spica Tutuhatunewa menegaskan bahwa Indonesia akan tetap menolak legalisasi ganja karena banyaknya penyalahgunaan dan ganja membawa efek buruk terhadap kesehatan, serta ketagihan bagi pemakainya.
Namun, presenter Pandji Pragiwaksono pada tahun 2011 justru menilai ganja tidak perlu diberangus membabi buta. "Ganja itu obat kanker, sari ganja bisa dipakai untuk obat kanker," katanya.
Parlemen Negara Bagian Victoria di Australia Legal Obat Berbahan Ganja
Sejarah terukir. Untuk kali pertama, mulai 12 April 2016, parlemen negara bagian Victoria di Australia melegalkan obat berbahan daun ganja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium