Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Japfa Tak Terima Tuduhan KPPU Disebut Tukang Kartel

PT Japfa Comfeed Tbk. tidak terima dituduh sebagai pelaku kartel ayam oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Perusahaan yang melantai di bursa dengan kode JPFA ini merasa dirugikan dengan tuduhan sepihak yang dikeluarkan oleh tim investigasi KPPU.
Kantor Japfa Comfeed/Ilustrasi-shareinv.com
Kantor Japfa Comfeed/Ilustrasi-shareinv.com
 

Bisnis.com, JAKARTA - PT Japfa Comfeed Tbk. tidak terima dituduh sebagai pelaku kartel ayam oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Perusahaan yang melantai di bursa dengan kode JPFA ini merasa dirugikan dengan tuduhan sepihak yang dikeluarkan oleh tim investigasi KPPU.

Kuasa Hukum Japfa Eri Hertiawan dari kantor hukum Assegaf Hamzah & Partners mengatakan kliennya tidak melakukan persengkongkolan yang selama ini dituduhkan pada sidang yang digelar KPPU.

Dari sisi hukum, dugaan kartel merupakan perjanjian antar pelaku usaha untuk merumuskan produksi, distribusi dan harga. Namun kebijakan apkir dini yang dieksuksi oleh Japfa adalah murni perintah dari pihak ketiga, dalam hal ini adalah Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian.

"Pemerintah yang mendorong apkir dini. Jadi apapun alasannya kami menolak ini adalah praktik kartel," katanya saat kunjungan ke Wisma Bisnis Indonesia, Rabu (6/4/2016).

Baginya, sebutan pelaku kartel yang ditujukan kepada kliennya memberikan dampak yang cukup besar. Salah satunya ialah hilangnya kepercayaan (trust) dari para investor, pemegang saham dan klien.

Pasalnya, penyematan sebutan kartel dapat merujuk pada kejahatan yang sangat besar, meski di Indonesia hukumannya masih berupa denda administratif.

Seperti diketahui, Japfa Comfeed beserta 11 perusahaan pembibitan unggas diduga melakukan praktik kartel melalui pemusnahan indukan ayam sebanyak 6 juta unit parents stock.

Dua belas perusahaan besar itu disebut sebagai price maker yang mengusasi 80% nilai kapitalisasi pasar unggas di Indonesia, atau sekitar Rp380 triliun dari total Rp450 triliun per tahun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper