Kabar24.com, JAKARTA – Presiden Direktur PT Grand Indonesia (GI) Tesa Natalia Hartono sudah dua kali mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Tesa rencananya akan diperiksa terkait dugaan kerugian negara dari kontrak build, operate, transfer (BOT) antara PT Hotel Indonesia Natour (HIN) dan PT Cipta Karya Bumi Indah (CKBI) serta PT GI.
Kejagung pertama kali memanggil Tesa pada awal Maret lalu dan kembali mengagendakan pemerisaan terhadap Tesa pada Selasa (22/3/2016) kemarin.
Namun dalam kedua panggilan tersebut Tesa tidak hadir tanpa memberikan keterangan.
“Tim penyidik mengagendakan pemeriksaan terhadap 14 orang. Tujuh orang saksi tidak hadir,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Amir Yanto, Rabu (23/3/2016).
Ketujuh orang saksi yang tidak hadir tersebut adalah Tesa Natalia Hartono dan Tim Akselerasi Pengembangan Perusahaan PT HIN, yakni Benny Subianto, Stiya Darmaatmadja, K. Sudiarto, Hadi Sungkono, Ernan Yuliarto, serta Suhartini Tarigan.
Dalam pemeriksaan kemarin, tim penyidik menghadirkan Direktur Utama PT HIN 2009−2011 I Gusti Kade Heryadi Angligan.
Ia diperiksa sebagai saksi dalam kewenangannya di PT HIN serta kronologis perpanjangan kontrak BOT yang diduga merugikan negara hingga Rp1,2 triliun.
Adapun kasus ini bermula dari laporan Badan Pemeriksa Keuangan bahwa pemilik sebagian besar saham PT GI, PT CKBI membangun dan mengelola Menara BCA dan Apartemen Kempinski Residence yang tidak tercantum dalam kontrak BOT.
Akibatnya negara tidak menerima kompensasi dari dua bangunan itu.
Selain itu negara juga diduga mengalami kerugian dari kontrak BOT yang diperpanjang menjadi 50 tahun.