Kabar24.com, PADANG - Aksi pemerasan oleh orang-orang yang mengaku wartawan atau aktivis LSM menjadi hantu tersendiri bagi pejabat di daerah.
Terkait itu, praktisi hukum Rahmat Wartira meminta pejabat publik dan masyarakat tidak melayani wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) "abal-abal" atau palsu yang kerjanya menakut-nakuti masyarakat serta melakukan praktik pemerasan untuk mengeruk kepentingan pribadi.
"Wartawan abal-abal itu tak usah diapresiasi dan diberi ruang karena tidak penting-penting amat. Mereka yang melakukan praktik seperti itu jelas melanggar hukum, tinggal laporkan saja ke polisi," katanya di Padang, Selasa (22/3/2016).
Menurut dia profesi wartawan itu mulia, harus dijalankan dengan mengikuti aturan hukum dan kode etik. Artinya tidak melulu aturan hukum saja, ada rambu-rambu etika yang harus dipatuhi bagi yang menjalankan profesi ini.
"Jadi bukan wartawan namanya yang menciderai profesi, ini menjadi salah satu tanggung jawab organisasi wartawan untuk menertibkannya," lanjut dia.
Ia menyampaikan organisasi wartawan memiliki tanggung jawab memperhatikan dan melindungi anggota dalam menjalankan tugas-tugas jurnalistik.
"Tujuannya untuk menjaga kehormatan profesi jurnalistik tadi, dan yang tidak kalah penting adalah menjaga profesi ini dari pihak lain yang mengganggu kehormatan profesi wartawan itu dengan melakukan counter attack," ujarnya.
Menurutnya hal itu dilakukan agar masyarakat tidak dirugikan oleh wartawan abal-abal.
Sementara Komisioner Komisi Informasi (KI) Sumbar Yurnaldi mengimbau pejabat publik dan masyarakat selektif dalam merespons permintaan informasi dari orang-orang yang mengaku-aku sebagai wartawan atau dari Lembaga Sosial Masyarakat (LSM).
"Harus selektif, jangan mudah percaya pada orang-orang yang mengaku wartawan atau LSM. Orang-orang bekerja profesional pasti akan menunjukkan identitasnya, dan memperkenalkan diri dengan santun," kata dia.
Ia menambahkan untuk LSM yang meminta informasi kepada badan publik setidaknya harus bertatap muka, tidak bisa lewat telepon.
Legalitas LSM juga harus jelas, misalnya harus jelas akta notaris pendiriannya, ada surat pengakuan dari Kesbang Pol, serta surat izin dari Kementerian Hukum dan HAM, sebut dia.
"Kalau sudah memenuhi persyaratan itu, dan mereka juga profesional, silakan dilayani. Sementara LSM abal-abal, yang tidak jelas legalitasnya, tidak usah dilayani," lanjutnya.
Menyikapi perilaku wartawan abal-abal yang marak belakang ini, ia meminta agar tidak meresponsnya.
"Kalau ada yang mengaku-ngaku wartawan, dengan mengancam, memeras, dan pertanyaannya tidak jelas ujung pangkalnya tidak usah direspons," katanya.
Dewan Pers, lanjutnya, sudah menyampaikan imbauan bahwa pejabat publik berhak menanyakan kepada wartawan identitas wartawan, apakah sudah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan, atau medianya sudah berbadan hukum, dan terdaftar di Dewan Pers.
"Kalau tidak memenuhi syarat itu narasumber berhak menolaknya," lanjut dia.