Kabar24.com, JAKARTA - Pihak DPR tidak akan memaksakan revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) setelah pemerintah menyatakan tidak menyetujuinya.
"Kalau pemerintah seperti itu, DPR pasti tidak akan memaksakan diri maunya DPR," kata Ketua DPR Ade Komarudin di Gedung Nusantara III, kompleks parlemen Jakarta, Kamis (17/3/2016).
Ade mengatakan, pembahasan revisi harus melibatkan pemerintah dan DPR, dan apabila ada salah satu pihak tidak menyetujui, maka pembahasannya tidak bisa berjalan.
"Satu pihak ingin A, lalu satu pihak lagi ingin B, sehingga tidak ada kesamaan, maka tidak mungkin terjadi UU apapun itu," ujarnya.
Dia membantah, wacana bahwa dorongan untuk merevisi undang-undang tersebut muncul karena ada keinginan untuk menjegal calon tertentu yang akan ikut pemilihan kepala daerah.
"Tidak boleh kita menyusun UU atas dasar hak seseorang, hak tertentu. Kita bicara untuk kepentingan Republik ini. Jadi jangan dikait-kaitkan dengan salah satu orang," katanya.
Dalam Daftar Inventarisasi Masalah Fraksi DPR terkait Revisi Undang-Undang No.8/2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota, ada usul untuk meningkatkan persyaratan calon independen yang ingin mengikuti pemilihan kepala daerah.
Istana Kepresidenan kemarin menyatakan tidak mau revisi undang-undang tersebut dijadikan sebagai alat untuk memperberat calon yang maju dari jalur independen.
"Jangan sampai perubahan itu dimaksudkan untuk menutup atau menghalang-halangi calon dari independen," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Pramono mengatakan, pemerintah menilai undang-undang itu belum perlu direvisi dan akan menolak jika DPR ngotot ingin merevisinya.
REVISI UU PILKADA: Pemerintah Tak Mau, DPR Tak Bisa Memaksa
Pihak DPR tidak akan memaksakan revisi undang-undang tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) setelah pemerintah menyatakan tidak menyetujuinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium