Kabar24.com, JAKARTA - Hasil pemetaan asam deoksiribonukleat (DNA) dengan metode baru yang lebih cepat menunjukkan ada kemiripan antara kromosom Y manusia dan gorila jantan.
Hasil studi yang dimuat dalam jurnal Genome Research, Selasa (1/3/2016), menyebut kromosom Y gorila lebih mirip milik manusia ketimbang simpanse.
Kateryna Makova, profesor sains dan peneliti utama dari Penn State University, mengatakan, bahwa pada bagian kromosom yang menghubungkan manusia, gorila, dan simpanse, hasil pemetaan menunjukkan adanya relasi evolusi di antara ketiganya.
Manusia diketahui memiliki kekerabatan lebih dekat dengan simpanse.
“Namun, jumlah gen kromosom Y simpanse mengalami perubahan lebih banyak dan mengandung sejumlah elemen berbeda ketimbang manusia dan gorila,” kata Makova seperti ditulis di laman Eurekalert, 2 Maret 2016.
“Proporsi kromosom Y gorila yang mirip milik manusia lebih banyak ketimbang milik simpanse.”
Kromosom Y, seperti semua DNA lainnya, terdiri dari serangkaian molekul yang direpresentasikan dengan huruf A, T, C, dan G. Teknologi pemetaan genetika saat ini menghasilkan “laporan” yang lebih pendek dibandingkan seluruh panjang kromosom.
Laporan ini harus ditempatkan berurutan dan disusun bersamaan dengan menemukan lokasi-lokasi yang saling beririsan untuk mendapatkan potongan lebih panjang.
Kromosom Y mamalia sangat sulit dipetakan karena beberapa hal. Alasan utamanya adalah karena kromosom Y hanya memiliki satu salinan dan porsinya cuma 1-2 persen total material genetika yang ditemukan dalam sel pejantan.
Alasan lain adalah kromosom Y tersusun dari sejumlah rangkaian yang saling berulang. Kromosom Y memiliki area di mana rangkaian A, T, C, dan G mirip atau nyaris identik yang jumlahnya bisa mencapai jutaan dalam satu baris.
Peta
Menurut Makova, memetakan kromosom Y seperti menyusun puzzle, tapi tak tahu gambar akhirnya seperti apa.
“Hanya ada satu dari beberapa ratus keping yang bisa dipakai sementara sebagian besar sisanya yang tak dibutuhkan justru tampak identik,” ujar dia.
Para peneliti menggunakan teknik baru flow-sorting untuk mengatasi kesulitan itu. Mereka memilih kromosom Y untuk dipetakan berdasarkan ukuran dan isi genetik.
Menurut Paul Medvedev, asisten profesor biokimia dan biologi molekular Penn State, metode flow-sorting dapat meningkatkan jumlah data kromosom Y hingga 30 persen.
“Untuk memperkaya data kromosom Y, kami mengembangkan teknik komputasi RecoverY agar bisa memilah data pemetaan Y dan non-Y berdasarkan seberapa sering hasil yang mirip itu muncul dalam data kami,” katanya.
Teknik baru ini membuat para peneliti memiliki akses lebih banyak mendapatkan informasi genetik kromosom Y. Hasil riset ini bisa digunakan untuk mempelajari masalah infertilitas dan mutasi yang dialami pejantan dari berbagai spesies.