Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Meski Sempat Ditentang JK, Istana Akhirnya Pilih Revisi UU Terorisme

Pemerintah memutuskan untuk mengajukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, untuk mengoptimalkan penanggulangannya.
Polisi berjaga di dekat lokasi pengeboman di Pos Polisi jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1). Sejumlah teroris melakukan penyerangan terhadap beberapa gedung dan pos polisi di kawasan tersebut yang mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka./Antara
Polisi berjaga di dekat lokasi pengeboman di Pos Polisi jalan MH Thamrin, Jakarta, Kamis (14/1). Sejumlah teroris melakukan penyerangan terhadap beberapa gedung dan pos polisi di kawasan tersebut yang mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka./Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah memutuskan untuk mengajukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, untuk mengoptimalkan penanggulangannya.

Pramono Anung, Sekretaris Kabinet, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kapolri, Panglima TNI, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk menyiapkan revisi UU No. 15/2003.

“Presiden telah meminta Menko Polhukam dan Menkum-HAM untuk mengoordinasikan revisi UU No. 15/2003, dengan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah dan pendekatan HAM,” katanya di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (21/1/2016).

Wapres Jusuf Kalla sendiri sempat menolak revisi UU Terorisme karena dinilai aturan tersebut sudah memadai. Menurutnya, yang perlu dioptimalkan adalah koordinasi intelejen. (Luhut Minta Revisi UU Terorisme, JK: Ledakan Bom Sarinah Bukan Kesalahan UU)

Seperti diketahui sebelumnya muncul tiga opsi untuk menutup celah UU No. 15/2003, yakni mengajukan revisi UU tersebut, mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang atau Perppu, dan mengajukan usulan UU baru.

Pramono menuturkan pemerintah berharap revisi beleid tersebut dapat selesai dibahas bersama DPR pada masa sidang saat ini, agar dapat menjadi dasar hukum bagi aparat keamanan dalam mencegah serangan teroris.

Menurutnya, Presiden juga meminta seluruh jajarannya untuk menekan segala hal yang dapat menumbuhkan radikalisme di masyarakat. Pasalnya, radikalisme tumbuh dari hal yang ada di masyarakat, seperti ideologi, kekerasan, pendidikan, ketimpangan sosial, dan kesenjangan ekonomi.

“Apa yang sudah ada saat ini sebenarnya sudah cukup baik. Hanya saja perkembangan ekstrimisme dan radikalisme menuntut adanya perubahan dalam penanggulangannya,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Pramono juga mengatakan Presiden telah memerintahkan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk segera menutup laman yang memuat paham radikalisme.

“Dari laporan yang ada, baik dari Kapolri, Panglima TNI, Kepala BIN, dan Kepala BNPT, menyebutkan salah satu sumber radikalisme adalah ajaran yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung dari laman tersebut,” ucapnya.

Pembenahan lembaga pemasyarakatan (lapas), lanjut Pramono, juga merupakan salah satu fokus yang akan dilakukan pemerintah. Pasalnya, selama ini lapas dianggap sebagai tempat baru untuk menumbuhkan radikalisme.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper