Bisnis.com, SURABAYA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memprotes rencana Lapindo Brantas Inc mengebor sumur gas baru di Desa Kedungbanteng, Tanggulangin, Sidoarjo, Jawa Timur. Niat itu dikhawatirkan akan mengulang kembali kasus semburan lumpur Lapindo.
Direktur Eksekutif Walhi Jatim Ony Mahardika mengatakan lokasi sumur baru yang hanya berjarak 2 km dari area yang terkubur semburan lumpur serta standar pengeboran Lapindo yang buruk menyimpan risiko bencana.
"Rencana pengeboran kembali oleh Lapindo Brantas di desa Kedungbanteng adalah demonstrasi kebebalan pengusaha dan penguasa dalam urusan pertambangan migas dan keselamatan rakyat,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (8/1/2016).
Mengutip laporan Badan Pemeriksa Keuangan dan sejumlah terbitan ilmiah, Walhi menyebutkan Lapindo menggunakan peralatan yang kurang memenuhi standar dan personel yang kurang berpengalaman.
Kemudian, Neal Adams Services, yang pada 2006 melakukan penelitian atas data-data terkait semburan lumpur Lapindo, menemukan 16 faktor kesalahan yang menyebabkan terjadinya lumpur Lapindo, a.l. kurang kompetennya site supervisor Lapindo, tak memahami baik prosedur perencanaan sumur bor, gagal menginterpretasikan data seismik, gagal mengetahui keberadaan rekahan, dan tak mampu memilih site pengeboran yang aman dari pengaruh rekahan.
Laporan Neal Adams Services bahkan menyatakan tindakan Lapindo Brantas dalam mengatasi masalah teknis pada sumur BJP-1 mengarah pada tindakan kriminal yang membahayakan manusia dan lingkungannya.
Walhi melihat pertambangan migas di kawasan padat huni adalah problem besar. Di Jatim, selain semburan lumpur Lapindo, kasus lain, seperti ledakan sumur migas Sukowati 5 di Bojonegoro, mengakibatkan sedikitnya 148 orang dirawat di rumah sakit dan ribuan lainnya mengungsi.
"Hingga sekarang, tidak ada satupun mekanisme yang memastikan aset-aset sosial rakyat dan lingkungannya aman, atau dipastikan bisa segera dipulihkan jika terjadi bencana akibat kecelakaan migas,” imbuh Kepala Divisi Advokasi dan Kampanye Walhi Jatim Rere Christanto.
Alasan Lapindo Brantas mengebor di wilayah darat Sidoarjo untuk membayar dana talangan yang dikucurkan pemerintah menurut Walhi sangat tidak mendasar. Wilayah konsesi blok Brantas berada di wilayah laut sangat luas. Konsesi ini membentang dari Mojokerto hingga perairan Probolinggo.
Pada 29 Mei 2006, di desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo eksplorasi migas di tengah perkampungan padat penduduk berubah menjadi petaka. Semburan lumpur Lapindo mengubur wilayah lebih dari 800 hektar di tiga kecamatan, meliputi Porong, Tanggulangin, dan Jabon. Lumpur Lapindo menghancurkan kehidupan masyarakat lebih dari 15 desa, dan lebih dari 75.000 jiwa terusir dari kampung halamannya.
"Pemerintah seharusnya memikirkan mekanisme perlindungan warga di wilayah industri padat huni. Itulah mengapa rencana aktivitas pengeboran kembali Lapindo layak ditolak," tutur Ony.