Kabar24.com, SIBOLGA --Kasus mundurnya Ketua DPR Setya Novanto menjadi jalan bagi Meko Bidang Kemaritiman untuk mengingatkan pejabat lain di Indonesia.
Rizal Ramli menilai kasus pelanggaran etik yang membelit mantan Ketua DPR RI Setya Novanto merupakan pelajaran bagi pejabat lain agar bisa memisahkan urusan kepentingan umum dan pribadi.
Seusai menyerahkan Kartu BPJS Ketenagakerjaan untuk 1.000 nelayan Sibolga dan Tapanuli Tengah, Sumatra Utara, di Pelabuhan Perikanan Nusantara Sibolga, Kamis (17/12/2015), Rizal juga memberikan apresiasi atas keputusan Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatannya.
"Kami terima kasih Saudara Novanto akhirnya mengundurkan diri, karena hukuman moral dari rakyat itu nilainya sangat tinggi. Mudah-mudahan jadi pelajaran agar para pejabat belajar untuk memisahkan diri, kalau mau jadi pengusaha ya pengusaha. Kalau jadi pejabat ya jadi pejabat," tukasnya.
Menurut dia, yang saat ini merusak Indonesia adalah pejabat yang terus bertindak sebagai pengusaha.
"Jadi kalau mau jadi pengusaha kita bantu, tapi kalau mau jadi pejabat ya jangan dagangkan kekuasaan itu. Ini yang merusak Indonesia," tegasnya.
Kasus pencatutan nama Presiden Jokowi dalam upaya perpanjangan kontrak PT. Freeport Indonesia, menurut Rizal bagaikan sinetron perkelahian antargeng.
"Ini istilah saya, adalah jurus memancing ular-ular keluar dari sarangnya. Kalau sudah pada keluar, kita 'tepokin' satu-satu nanti," tambahnya.
Rizal menegaskan, para elite yang memperebutkan saham itu sama sekali tidak punya hak atas pengelolaan tambang di Papua tersebut.
"Itu bukan hak dia, melainkan hak rakyat Indonesia. Jadi, mudah-mudahan pelajaran ini, kasus kemunduran Novanto, memberikan pelajaran supaya pejabat memisahkan diri. Jadi pejabat yang baik, ladeni rakyat, jangan jadi sibuk dagang kekuasaan," tandasnya.