Kabar24.com, JAKARTA -- Minimnya fasilitas dan infrastruktur merupakan tantangan terbesar pendidikan di daerat terpencil, terluar, terdepan (3T). Menetap di daerah pelosok berisiko tertinggal dalam urusan informasi.
Inilah yang dialami para guru di penjuru Nusantara khususnya di daerah 3T. Tidak hanya kekurangan sarana prasarana pendidikan, namun akses terhadap informasi juga minim.
"Akibatnya, kami sering terlambat mendapat informasi, misalnya terkait undangan kegiatan atau berbagai pelatihan," ungkap Tasong Saung, seorang guru dari Kalimantan Timur, saat ditemui Bisnis.com usai upacara Hari Guru Nasional di Kemendikbud, Jakarta, Rabu (25/11/2015).
Tasong mengungkapkan, tidak ada akses komunikasi di daerahnya. Kondisi ini membuat laporan ke Dinas Pendidikan setempat pun terlambat. Parahnya lagi, sarana prasarana transportasi juga tidak memadai. Listrik untuk penerangan tak tersedia.
Fasilitas sekolah tidak jauh berbeda. Gedung sekolah yang terbuat dari kayu sangat rentan roboh dikala cuaca sedang tidak bersahabat.
"Itu juga dibangun atas swasembada masyarakat. Sarana pelengkap seperti meja dan kursi siswa pun tidak mendukung kegiatan belajar mengajar," papar Tasong yang mengajar di SDN 004 Nohasilat.
Meski hidup demikian sulit, Tasong tidak patah arang menjalani profesinya sebagai guru. Menurut Tasong, masih ada berbagai hal menyenangkan yang ia temui selama menjadi guru. Masyarakat sekitar, misalnya, sangat baik terhadap dirinya.
"Selain itu, meski mengajar dalam keterbatasan, anak didik kami memiliki minat belajarnya tinggi. Bahkan pada 2013 kami menjadi juara kedua peraih nilai tertinggi ujian nasional tingkat kecamatan," tambahnya.