Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENCATUTAN NAMA PRESIDEN: KPK dan Bareskrim Diminta Proaktif Usut Setya Novanto

KPK dan Bareskrim Polri harus segera bergerak mengusut pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia oleh Ketua DPR Setya Novanto.
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) saat meninggalkan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11/2015)./Antara
Ketua DPR Setya Novanto (tengah) saat meninggalkan Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/11/2015)./Antara

Kabar24.com, JAKARTA — KPK dan Bareskrim Polri harus segera bergerak mengusut pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla untuk memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia oleh Ketua DPR Setya Novanto.

Yenti Garnasih, Ketua Pusat Studi Hukum Pidana Universitas Trisakti, mengatakan KPK dan Bareskrim harus proaktif ikut menyelidiki kasus ini.

“KPK dan Bareskrim jangan menunggu laporan,” katanya saat dihubungi, Rabu (18/11/2015).

Menurut Yenti, dua lembaga penerima mandat pemberantas korupsi di Tanah Air itu bisa langsung bergerak tanpa ada laporan dari masyarakat.

“Kasus pencatutan nama Presiden dan Wapres itu delik biasa, dan bukan delik aduan,” katanya.

Bahkan dalam Pasal 106 KUHAP, penyidik wajib segera melakukan tindakan penyelidikan saat mengetahui, menerima laporan, atau pengaduan kasus.

Klausul 'mengetahui' dalam penjelasan pasal tersebut, paparnya, bisa berarti membaca informasi dari media massa atau mengetahui sendiri.

“Dengan demikian, tidak ada alasan bagi KPK dan Bareskrim untuk tidak membawa kasus tersebut ke ranah hukum. KPK dan Bareskrim harus proaktif dalam menjalankan misi memberantas korupsi,” katanya.

Untuk tahap awal, paparnya, KPK dan Bareskrim bisa ikut memeriksa alat bukti yang sudah disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said kepada Mahkamah Kehormatan Dewan DPR. “Jika semuanya lengkap, penyidikan bisa dilanjutkan ke pemeriksaan saksi.”

Selanjutnya, tutur Yenti, KPK dan Bareskrim bisa menggunakan Pasal 1 dan 2 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagai penguat perbuatan melawan hukum, penyidik bisa menggunakan Pasal 378 KUHP.

“Pasal-pasal itu bisa digunakan untuk menjerat oknum anggota DPR dalam kasus muslihat pencatutan nama Presiden dan Wapres untuk menggerakkan orang menyerahkan sesuatu,” tutur Yenti yang pernah didaulat Presiden Jokowi sebagai penyeleksi calon pimpinan KPK.

Seperti diketahui, Setya Novanto dilaporkan Sudirman Said ke MKD karena mencatut nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla untuk memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak Freeport.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper