Kabar24.com, JAKARTA -- Kuasa hukum RJ Lino Fredrich Yunadi menyatakan kliennya bukan tidak memenuhi panggilan penyidik Bareskrim, tapi surat panggilan tersebut menyimpang dari Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang menyebut pemanggilan dikirimkan sejak tiga hari kerja .
"Saya sudah membuat surat resmi ke penyidik. Itu bertabrakan dengan peraturan yang ada, kalau sesuai dengan peraturan pasti saya dukung," kata mantan pengacara Komjen Pol. Budi Gunawan itu saat dihubungi, Senin (2/11/2015).
Fredrich mengklaim surat tersebut juga ditembuskan ke Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri BUMN Rini Soemarno, Wakapolri Komjen Pol. Budi Gunawan, dan Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti. "Supaya mereka tahu," katanya.
Sebelumnya Direktur Utama PT. Pelabuhan Indonesia II Richard Joost Lino tak memenuhi undangan penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan 10 unit mobile crane, Senin (2/11/2015).
Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Komisaris Besar Pol. Agung Setya mengatakan pihaknya telah mengagendakan pemeriksaan terhadap Lino, tapi mengkonfirmasi melalui kuasa hukum soal ketidakhadirannya.
"Kami panggil yang bersangkutan, melalui pengacaranya mengatakan tidak hadir," katanya saat dihubungi wartawan.
RJ Lino, sambung Agung, keberatan dengan surat panggilan penyidik karena tidak memenuhi waktu pemeriksaan berdasarkan ketentuan paling lambat tiga hari sejak surat diterima. Agung mengaku penyidik telah melayangkan surat panggilan pada Jumat (30/10/2015).
"Surat panggilan kami menurut mereka tidak memenuhi waktu pemeriksaan."
Dengan demikian, penyidik Direktorat Tipideksus bakal mengkaji surat tersebut dan menjadwalkan pemanggilan ulang Lino.
Lebih lanjut Agung menuturkan keterangan Lino dibutuhkan untuk mengembangkan penyidikan kasus yang disebut-sebut pangkal pencopotan Komjen Pol. Budi Waseso dari posisi Kabareskrim karena sebagai Dirut serta penanggungjawab.
Dengan kedudukannya itu, Lino dianggap mengetahui seluruh kegiatan operasional perusahaan pelat merah tersebut.
Dalam kasus ini, penyidik Direktorat Tipideksus Bareskrim telah menetapkan tersangka Direktur Operasi dan Teknik Pelindo FN.
Kasus bermula pada 2012 saat perusahaan plat merah itu membeli 10 unit mobile crane senilai Rp45 miliar untuk keperluan operasional di pelabuhan cabang Pelindo.
Proses pengadaan mobile crane melibatkan Guangshi Narasi Century Equipment Co.Ltd dengan menggunakan anggaran Pelindo II tahun 2012.
Penyidik menemukan proses pengadaan mobile crane diduga menyalahi prosedur karena menunjuk langsung pemenang tender.
Selain itu, Pelindo juga diduga tidak menggunakan analisa kebutuhan barang, akibatnya 10 mobile crane yang diterima sejak 2013 mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok.