Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS RISMA: Kapolri Akui Keteledoran Polisi

Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti mengakui keteledoran anggotanya di Polda Jawa Timur karena lamban mengirim surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus Pasar Turi yang menjerat nama Tri Rismaharini sebagai tersangka.n
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti (kiri) berjabat komando bersama Komjen Pol Budi Waseso (tengah) dan Komjen Pol Anang Iskandar (kanan) usai serah terima jabatan (sertijab) di Ruptama Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/9). Budi Waseso resmi bertukar jabatan dengan Anang Iskandar dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)./Antara
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti (kiri) berjabat komando bersama Komjen Pol Budi Waseso (tengah) dan Komjen Pol Anang Iskandar (kanan) usai serah terima jabatan (sertijab) di Ruptama Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/9). Budi Waseso resmi bertukar jabatan dengan Anang Iskandar dari Kepala Badan Reserse Kriminal Polri menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)./Antara

Kabar24.com, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Pol. Badrodin Haiti mengakui keteledoran anggotanya di Polda Jawa Timur karena lamban mengirim surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) kasus Pasar Turi yang menjerat nama Tri Rismaharini sebagai tersangka.

Sementara berdasarkan gelar perkara, kasus tidak memenuhi unsur pidana sehingga harus diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan. Padahal menurut Badrodin SP3 dan SPDP harus dikirim bersamaan. "Ya itu kelalaiannya terlambat mengirimkan SPDP.., konsekuensinya bisa ditegur. Seharusnya SPDP dikirim sejak awal, " katanya di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta Selatan, Senin (26/10/2015).

Badrodin menuturkan kasus ini dilaporkan pada Mei 2015 dengan terlapor Risma. Selanjutnya penyidik Direktorat Kriminal Umum Polda Jatim memeriksa sejumlah saksi termasuk Risma. Lalu pada bulan yang sama diterbitkanlah SPDP untuk kepentingan pemeriksaan seseorang, tapi tidak dikirim ke Kejakasaan.

Kemudian pada 25 September dilakukan gelar perkara dengan kesepakatan kasus tidak memenuhi unsur pidana sehingga harus dikeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Muncul persoalan saat hendak dihentikan, SPDP belum dikirim ke kejaksaan. "Karena kalau SP3 [tanpa SPDP] bisa dipraperadilankan sehingga SPDP dikirim ke kejaksaan 29 September," katanya.

Menurut Badrodin kasus tersebut semestinya dihentikan pada 22 September, tapi saat itu Direktur Krimum sudah dimutasi, sedangkan yang baru belum datang lantaran menunaikan haji.  "Terlambat, muncul lagi ada rilis dari kejaksaan. Saya sudah perintahkan segera [hentikan]," katanya.

Lebih lanjut Badrodin mengungkapkan dalam surat perintah dimulainya penyidikan tidak menyebutkan Tri Rismaharini sebagai tersangka, tapi terperiksa. "Di dalam SPDP itu tidak sebagai tersangka, hanya ditulis diduga dilakukan oleh Tri Rismaharini," katanya.

"Saya minta mana copy, SPDP Risma. Memang betul tidak disebutkan tersangka. Karena saat ini tersangka bisa dipraperadilankan."

Seperti diwartakan, Risma ditetapkan tersangka dalam kasus penyalahgunaan lapak di Pasar Turi. Sangkaan tersebut tertuang dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) bernomor 8/415/V/15/Reskrimum yang dikirim penyidik Polda Jatim ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur.

Kasus berawal dari laporan para pedagang Pasar Turi soal lapak-lapak sementara di sekeliling Gedung Pasar Turi. Risma dijerat dengan Pasal 421 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dika Irawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper