Kabar24.com, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) segera mengeluarkan peraturan menteri terkait keterlibatan guru dalam aktivitas politik.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud, Sumarna Surapranata, mengatakan, bahwa guru adalah profesi yang independen dan tidak memihak kepentingan politik mana pun.
Pranata menjelaskan, independen itu tidak masuk dalam golongan apapun dan tidak ditarik-tarik menjadi alat politik. Sering terjadi di beberapa daerah, guru yang berstatus kepala sekolah dan pengawas dijadikan tim sukses. Dampaknya ketika kalah, kepala sekolah yang menjadi tim sukses dipindahkan.
“Kita akan buat regulasi kalau kepala sekolah dan guru pengawas terbebas soal kepentingan politik seseorang, kelompok atau organisasi,” kata Pranata.
Dikatakan, regulasi akan diatur dalam bentuk peraturan menteri dan diberlakukan mulai tahun depan. Namun, tidak menutup kemungkinan akan diberlakukan tahun ini guna mengantisipasi keterlibatan guru dalam aktifitas kampanye pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung Desember mendatang.
Pada kesempatan berbeda, Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai, bahwa profesi guru merupakan kelompok yang menarik untuk dimanfaatkan sebagai mesin kemenangan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).
Menurut Ketua Badan Pekerja ICW, Ade Irawan, mendekati pilkada, calon kepala daerah biasanya memanfaatkan guru sebagai alat kampanye.
"Guru itu kan jumlah profesi paling banyak di Indonesia, jadi paling strategis untuk dijadikan alat kampanye di musim pilkada seperti sekarang," ujarnya beberapa waktu lalu.
Dalam kampanye pilkada, kata Ade, guru biasanya dijanjikan kesejahteraannya sehingga didorong untuk memenangkan calon kepala daerah tertentu. Dengan keterlibatan guru dalam kegiatan politik sudah barang pasti dapat mengganggu kegiatan belajar mengajar yang menjadikan guru tidak profesional dalam menjalankan tugasnya untuk mendidik anak muridnya.