Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dan DPR harus merevisi Undang-undang (UU) No. 31/1997 tentang Peradilan Militer, agar lebih transparan dan memberikan kepastian dalam penanganan kasus hukum yang melibatkan anggota TNI.
Wahyudi Djafar, Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan mekanisme peradilan militer saat ini belum memberikan kepastian dalam penanganan kasus hukum yang melibatkan anggota TNI.
Pasalnya, pengadilan militer kerap memberikan vonis yang dinilai bertentangan dengan fakta di lapangan.
"Tidak adanya hukuman yang layak bagi anggota TNI yang melakukan kekerasan telah memperkuat impunitas TNI, sehingga mereka tidak ragu melakukan tindak kekerasan terhadap masyarakat," katanya, Selasa (25/8/2015).
Seperti diketahui, empat orang mengalami luka-luka dalam anggota TNI terlibat bentrokan dengan warga di kawasan Urut Sewu, Kebumen. Hal serupa juga pernah terjadi pada April 2011, dan mengakibatkan 14 warga sipil luka-luka.
Wahyudi menuturkan Panglima TNI seharusnya memerintahkan untuk dilakukan penyelidikan secara terbuka dan profesional kepada anggotanya yang diduga terlibat aksi kekerasan.
Panglima juga harus membuka akses pengadilan militer kepada masyarakat yang melakukan pemantauan terhadap prosesnya.
Menurutnya, Kementerian Pertahanan juga harus melakukan pemeriksaan dan evaluasi terhadap aktivitas TNI yang terlibat bentrokan dengan warga sekitar.
"Kepolisian sebagai aparat keamanan juga harus memberikan perlindungan yang layak bagi warga, termasuk perlindungan hukum dalam menyampaikan pendapatnya secara damai," ujarnya.
Sebagai pelaksana administrasi pemerintahan, Gubernur Jawa Tengah, Bupati Kebumen, dan Kementerian Agraria-Tata Ruang, Lanjut Wahyudi, harus mengambil inisiatif untuk menyelesaikan konflik lahan yang kerap terjadi antara TNI dengan warga.