Setelah melalui proses perjalanan panjang, baik di DPR dan pemerintah, serta munculnya sikap pro dan anti di kalangan masyarakat, akhirnya pada Selasa, 30 Juni 2015, Presiden Joko Widodo meresmikan operasional penuh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dengan penetapan iuran 3% dari gaji peserta.
Jika menilik kilas balik sebelumnya terkait dengan masalah iuran BPJS Ketenagakerjaan dan dikaji keterkaitan PT Taspen (Persero) dengan BPJS Ketenagakerjaan, maka ada salah persepsi atau salah tafsir pihak BPJS Ketenagakerjaan mengenai pengelolaan dana pensiun dan tunjangan hari tua (THT) untuk aparatur sipil negara yang seolah-olah masuk kewenangan mereka.
Sementara itu, pada kenyataanya, pengelolaan jaminan sosial untuk aparatur sipil negara yang dikelola Taspen tidak disamakan dengan pekerja di sektor swasta yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan dalam hal ini PT Jamsostek. Apalagi UU No. 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) jauh berbeda dengan UU Perburuhan baik sistem gaji, lamanya bekerja, kepangkatan dan sistem pensiun.
Mengacu pada roadmap Taspen 2014-2029 den berbekal pengalaman sekian puluh Taspen, maka lembaga yang dipimpin Iqbal Latanro ini paling berkompeten untuk mengelola dana pensiun dan tunjangan hari tua bagi aparatur sipil negara dan para pensiunan.
Pengirim
Valery Setiawan
Kampung melayu, Jakarta Timur
Ada Salah Persepsi Soal Dana Pensiun dan Tunjangan Hari Tua
Ada salah persepsi atau salah tafsirmengenai pengelolaan dana pensiun dan tunjangan hari tua (THT) untuk aparatur sipil negara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium