Bisnis.com, SEMARANG — Moda transportasi massal Bus Rapid Transit Trans Semarang dinilai belum berhasil menekan jumlah pengguna kendaraan pribadi secara signifikan.
Hasil riset Laboratorium Transportasi Universitas Soegijapranata pada Juni 2015 tentang pengoperasian BRT TS, menunjukkan hanya 30% pengguna angkutan pribadi yang terdorong untuk memanfaatkan bus dengan sistem transit cepat itu.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 27% peminat BRT itu beralih dari pemanfaatan sepeda motor pribadi. Sedangkan 3% lainnya sebelumnya lebih memilih mobil pribadi sebagai kendaraan pribadi.
Sementara, motif pemanfaatan layanan BRT TS didominasi alasan lebih cepat dan nyaman dengan 57% pengguna. Sebanyak 32% pengguna lain didorong motif tarif murah yang ditawarkan BRT TS sebagai salah satu alat transportasi di Ibu Kota Jawa Tengah tersebut.
Kepala Laboratorium Transportasi Universitas Soegijapranata Djoko Setijowarno menuturkan konsep awal pengembangan angkutan umum massal adalah mendorong penggunaan kendaraan pribadi beralih menggunakan angkutan umum.
Namun, jelasnya, sejak dioperasikan pada 2010 lalu BRT TS belum mampu merealisasikan tujuan tersebut. “Nyatanya, sebagian besar pengguna kendaraan pribadi belum beralih,” ujarnya, Rabu (1/7).
Apalagi, jelas Djoko, intensitas pemanfaatan BRT TS oleh para pengguna kendaraan pribadi, yang mulai terdorong menggunakan transportasi massal, terhitung masih rendah. Hampir 51% di antaranya menggunakan fasilitas BRT TS sekitar <4 kali seminggu.
Sementara, hanya sekitar 25% yang memanfaatkan bus dalam kota tersebut dengan intensitas 5-8 kali seminggu.
Djoko menuturkan hingga saat ini pengguna moda transportasi tersebut menurut tingkat penghasilan per bulan hampir merata. Pasalnya, hasil penelitian tersebut menyebutkan sekitar 26% pengguna BRT TS berpenghasilan Rp1,5 juta-Rp2,5 juta, 26% lainnya berpenghasilan Rp2,5juta-Rp5 juta dan 23% pengguna jasa lainnya berpenghasilan Rp500.000-Rp1,5 juta.
“Menurut jenis pekerjaan, pengguna BRT Trans Semarang 28% pelajar atau mahasiswa 28%, 26% pegawai swasta, 19% pengusaha/wirausaha.”
Adapun, berdasarkan tempat tinggal 72% pengguna layanan jasa bus transit tersebut merupakan warga Semarang.
Djoko menilai hingga saat ini penyelenggaraan BRT di Kota Semarang belum dilakukan secara maksimal. Dia menilai sarana dan fasilitas yang ada belum memadai dan tidak menjangkau seluruh pusat permukiman hingga ke wilayah pinggiran
“Kalau serius, langsung besar-besaran dan menjangkau semua kawasan perumahan,” sebutnya.
Karena itu, Djoko berharap pemkot berfokus pada peningkatan layanan BRT guna mendukung aksesibilitas masyarakat Semarang.
Sebenarnaya Pemerintah Kota Semarang berancana menambah koridor BRT TS untuk menjangkau wilayah pinggiran. Kepala Badan Layanan Umum Trans Semarang Joko Umboro mengatakan rencana penambahan yang ditujukan bagi wilayah permukiman di pinggiran kota itu akan secepatnya akan direalisasikan.
Pada 2015, Joko menyatakan penambahan koridor akan dilakukan untuk wilayah pemukiman Meteseh dan Genuk. Sedangkan, bagi wilayah Gunung Pati langkah yang sama tengah dikaji ulang dan diharapkan dapat terealisasi pada tahun depan.