Bisnis.com, JAKARTA--Anggota Komite II DPD, Ibrahim Agustinus Medah mengatakan kasus gizi buruk yang dialami oleh sekitar 800 balita dan memakan delapan korban tewas menunjukkan pemerintah daerah belum berperan sebagai pelayan masyarakat.
“Bagaimana peran pemerintah daerah selama ini?,” ujar Senator asal NTT itu dalam dialog kenegaraan bertema “Masalah Pangan di Indonesia Timur di Tengah Hiruk-pikuk Elit Politik” bersama, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik dan aktivis PMKRI Agustinus Tamo Mbapa di Gedung DPD, Rabu (24/6/2015).
Ibrahim menyebutkan pejabat daerah itu masih suka dilayani dan bukannya melayani rakyat. Perilaku ini juga sangat terkait dengan proses rekrutmen calon pemimpin kepala daerah sehingga pemerintah pusat harus ikut bertanggung jawab, ujarnya.
Menurutnya, seharusnya kasus kelaparan dan gizi buruk di Nusa Tenggara Timur (NTT) sekarang ini tidak terulang karena sduah ada UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan dan Kebutuhan Pokok. Dengan demikian menjadi kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk menyediakan pangan yang bermutu dan bergizi.
“Apalagi ini sudah terjadi selama 15 tahun terakhir ini tanpa solusi dan jalan keluar yang berpihak kepada rakyat,” ujarnya.
Dia memaparkan bahwa terdapat sebanyak 132 hektare sawah produktif tergantung hujan, namun tingkat hujannya rendah per tahun dan lahan tidurnya mencapai satu juta hektare.
“Ini yang seharusnya diberdayakan oleh pemerintah daerah,” ujar Ibrahim.
Sementara itu, Agustinus Tamo Mbapa mengatakan gubernur seharusnya bisa memanggil kepala dinas kesehatan dan kalau memang terbukti lalai dalam melayani kebutuhan pangan masyarakat. Kalau tidak mau dipanggil, ujarnya gubernur bisa memecat para pejabat tersebut.
“Kalau tidak diambil tindakan maka kasus gizi buruk ini akan terulang terus-menerus. Dulu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menghibahkan Rp 400 miliar, tapi dana itu dibiarkan dan akhirnya dikembalikan ke negara,” ujarnya.