Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengantongi 431 temuan penyimpangan dalam pelaksanaan UN berbasis komputer maupun kertas.
Dari angka tersebut, 42,6% adalah temuan pada UN berbasis komputer dan 57,4% merupakan pelanggaran pada UN berbasis kertas.
"Seharusnya temuan ini bisa dihindarkan mengingat temuan serupa pernah terjadi pada penyelenggaraan UN sebelumnya," ujar Komisioner Ombudsman bidang Penyelesaian Laporan, Budi Santoso di kantor ORI, Kamis (21/5/2015).
Menurut pengakuan Budi, tim di lapangan masih menemukan adanya sarana dan prasarana yang kurang memadai.
"Yang lebih merugikan bagi siswa adalah adalah aplikasi CBT yang keluar (logout) secara tiba-tiba di tengah pengerjaan ujian. Belum lagi soal sinkronisasi server yang masih ada masalah," paparnya.
Temuan lain, ucap budi, juga muncul dalam bentuk pelanggaran prosedur atau tidak patuh pada Prosedur Operasional Standar (POS) UN 2015.
"Seharusnya POS dapat dijadikan acuan teknis pelaksanaan UN 2015 di semua lokasi ujian," katanya.
Akan tetapi fakta di lapangan masih ditemukan banyak penyimpangan prosedur. Seperti membawa alat komunikasi di ruang ujian, pengawas yang terpantau membaca koran dan bermain pomsel serta pengawas yang membiarkan peserta ujian saling bekerja sama.
Kendati demikian, Ombudsman RI mengapresiasi penyelenggaraan UN 2015 yang mengalami kemajuan secara kualitatif.
Menurut Budi hal tersebut dikarenakan UN tahun ini yang tidak lagi menjadi parameter kelulusan.
"Namun kesan kami dengan tidak dijadikannya UN sebagai parameter malah membuat pengawas cenderung membiarkan siswa kerja sama saat ujian," ungkapnya.