Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

JAIC Ajukan Gugatan Pembatalan Perdamaian, Istaka Karya Terancam Pailit

PT Istaka Karya (Persero) terancam kembali berstatus pailit setelah PT JAIC Indonesia mengajukan gugatan pembatalan perdamaian yang telah disahkan 2 tahun yang lalu.
Harapan kepada Menteri BUMN agar mencegah kepailitan Istaka Karya. /
Harapan kepada Menteri BUMN agar mencegah kepailitan Istaka Karya. /

Bisnis.com, JAKARTA— PT Istaka Karya (Persero) terancam kembali berstatus pailit setelah PT JAIC Indonesia mengajukan gugatan pembatalan perdamaian yang telah disahkan 2 tahun yang lalu.

Dalam berkas gugatannya, pemohon selaku kreditur dari termohon berdasarkan tiga perjanjian negosiasi (negotiable promissory) pada 9 Desember 1998. Pemohon diwakili oleh Tony Budidjaja sebagai kuasa hukum.

“Tiga perjanjian tersebut dengan total tagihan sebesar US$5,5 juta,” kata Tony dalam berkas gugatan yang diterima Bisnis, Minggu (12/4/2015).

Perkara permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) perusahaan pelat merah tersebut bermula saat PT Sumber Rahayu Prima mendesak adanya restrukturisasi utang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Majelis mengabulkan permohonan tersebut pada 11 Juni 2012.

Perjanjian perdamaian yang dibuat pada 19 Desember 2012 disahkan melalui putusan No. 23/PKPU/2012/Pn.Niaga.Jkt.Pst. Dalam perjanjian perdamaian tersebut, termohon akan melakukan pembayaran di awal, segera setelah putusan homologasi diucapkan.

Berdasarkan homologasi, termohon juga telah berjanji bahwa perhitungan jumlah pembayaran di awal kepada kreditur yang nilai piutangnya di atas Rp5 miliar adalah sebesar 3%. Ternyata, termohon belum memenuhi kewajiban pembayaran awal tersebut.

Perkara No. 2/Pdt.Sus/Pembatalan Perdamaian/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst tersebut telah melaksanakan sidang pertamanya pada Kamis (9/4/2015). Sidang tersebut telah dihadiri kedua pihak yang telah diwakili kuasa hukumnya.

Secara terpisah, Direktur Utama PT Istaka Karya Kasman Muhammad mengatakan tetap akan membayar tagihan pemohon. JAIC Indonesia merupakan salah satu kreditur yang tidak menyetujui proposal perjanjian perdamaian Istaka.

“Kami memang mau melakukan [pembayaran], karena [kreditur] yang lain sudah tinggal mereka [Istaka] saja,” kata Kasman kepada Bisnis, Minggu (12/4/2015).

Dia menjelaskan pemohon tidak menyetujui perjanjian perdamaian karena kedua pihak belum sepakat dengan nominal tagihan. Namun, debitur menggunakan angka tagihan sementara karena terbatasnya masa PKPU dan pemohon harus tunduk dan patuh pada homologasi.

Tagihan sementara yang diakui debitur, lanjutnya, sebesar US$800.000, sedangkan yang diminta pemohon adalah US$5,5 juta. Tagihan tersebut belum melalui proses renvoi procedure oleh pihak pemohon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper