Kabar24.com, JAKARTA - Perdana Menteri pertama Singapura Lee Kuan Yew telah lama dikabarkan sakit dan dirawat karena penyakit pneumonia. Namun warga seperti belum menerima bahwa pendiri dan pembangun Singapura itu suatu saat akan tiada.
Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong, anak sulung Lee Kuan Yew pada awal Maret lalu menyatakan ayahnya gering dan harus menggunakan seperangkat alat pendukung kehidupan. Sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan oleh Lee Kuan Yew.
Dalam buku terakhirnya, One Man's View of the World, Lee Kuan Yew menegaskan bahwa dirinya menginginkan kematian yang cepat.
"Ada akhir bagi segalanya, dan saya ingin bagian saya secepat mungkin, dan tanpa rasa sakit. Bukan lumpuh, separuh koma di tempat tidur, dengan selang di hidung hingga perut saya," tulis pria yang memimpin Singapura selama 31 tahun.
Lee Kuan Yew lahir dari orang tua keturunan China tajir yang telah menetap di Singapura sejak abad ke-19. Mantan politikus kelahiran Singapura, kelahiran 16 September 1923, itu sempat tertunda kuliahnya akibat Perang Dunia II dan penjajahan Jepang di Singapura pada 1942-1945.
Pada masa sulit itu, Lee Kuan Yew sempat menjual stikfas, sejenis lem dari tapioka di pasar gelap. Ia yang mempelajari bahasa Mandarin dan Jepang, juga bekerja sebagai penulis laporan sekutu bagi Jepang dan editor bahasa Inggris media propaganda Jepang Hobudu sejak 1943-1944. Setelah perang, dia belajar ke Inggris dan pulang membawa gelar ahli hukum dari Universitas Cambridge.
Saat itu, Singapura adalah koloni Inggris dan memiliki pangkalan angkatan laut utama Inggris di Timur Jauh. Negeri itu dipimpin seorang gubernur dan dewan legislatif, sebagian besar terdiri atas pengusaha China kaya yang ditunjuk dan bukan dipilih.
Pada awal 1950-an, wacana reformasi dan kemerdekaan sudah mulai muncul. Lee Kuan Yew lalu membentuk partai dan menjadi Sekjen Partai Aksi Rakyat (PAP) yang dibentuknya pada 1954.
Partai Kuan Yew memenangi pemilihan pada Juni 1959 dengan kampanye antikolonialisme, antikomunisme, dan menjanjikan reformasi sosial.
Lee Kuan Yew disumpah menjadi Perdana Menteri Singapura pada 5 Juni 1959, perdana menteri pertama yang terpilih secara independen. Kala itu, usianya masih 36 tahun. Singapura kemudian bergabung dengan Federasi Malaysia pada 1963. Namun, dia akhirnya berjuang agar Singapura memisahkan diri lantaran khawatir akan paska huru-hara etnis di Malaysia.
Saat berusia 42 tahun, Lee Kuan Yew berhasil membawa Singapura kepada kemerdekaannya, pada 9 Agustus 1965. Setelah itu, ia membuat kebijakan utama untuk membangun ekonomi Singapura hanya bermodalkan kepercayaan rakyat.
Negeri tanpa sumber daya alam dan sering kekurangan air sempat membuat Lee Kuan Yew pusing kepala dan sulit tidur. Dia meminta nasihat Dr Albert Winsemius, ekonom Belanda yang pernah memimpin tim United Nations Development Programme (UNDP) mengenai industrialisasi Singapura pada 1960.
Saran Winsemius adalah membuat kesepakatan pasar dengan Malaysia, sekaligus menawarkan kerja sama perdagangan dengan Indonesia. Dia juga diminta membuka peluang pasar di Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Selandia Baru. Semua saran itu ia turuti.
Di tengah pencarian jenis industri, Lee Kuan Yew membentuk Singapore Tourist Promotion Board. Saat industri mulai bergerak, ia memberi insentif bagi pengusaha lokal di berbagai usaha, seperti kosmetik, minyak goreng, krim rambut, bahkan kapur barus. Lee Kuan Yew juga sukses membujuk produsen Hong Kong dan Taiwan memindahkan industri mainan, tekstil, dan garmennya ke Singapura.
Lee Kuan Yew memanfaatkan properti yang ditinggalkan Inggris, seperti dok perkapalan di Sembawang, yang kemudian disewakan ke Amerika Serikat. Bandara Internasional Changi juga dibuat dari bekas pangkalan udara Inggris. Tangsi militer Inggris di Pasir Panjang pun disulap menjadi Universitas Nasional Singapura.
Nukilan perjuangannya itu dituangkan dalam dua bukunya, The Singapore Story yang diterbitkan pada 1998 dan dilanjutkan dengan From Third World to First, The Singapore Story: 1965-2000. Dua-duanya menjadi buku terlaris di seluruh dunia.
Ketika lengser pada 28 November 1990, Lee Kuan Yew telah mewariskan kemakmuran bagi Singapura. Penggantinya, Goh Chok Tong, memperkuat pertumbuhan ekonomi yang lalu diteruskan oleh putra sulung Lee Kuan Yew, Lee Hsien Loong.
Dalam buku terakhir, dia mengaku puas telah membuat Singapura menjadi negeri meritokrasi, bebas korupsi, dan setara bagi semua ras.
"Singapura adalah satu-satunya zona bebas korupsi di kawasan di mana korupsi menjadi endemis," tutur Lee Kuan Yew. Dia tidak mengkhawatirkan Singapura di tangan putranya yang dikenal sebagai BG Lee, meski sempat diprotes ketika mengangkatnya menjadi Menteri Industri pada 1985.