Bisnis.com, JAKARTA—Publik di Tanah Air dibuat terhenyak saat Pemerintah Brasil menolak Toto Riyanto menjadi Duta Besar di Negeri Samba itu. Penolakan itu diduga buntut dari rencana eksekusi gembong narkoba asal Brasil di Indonesia.
Secara mendadak, Brasil menunda penyerahan surat kepercayaan (credentials) duta besar designate RI untuk Brasillia, padahal Toto Riyanto telah diundang secara resmi untuk menyampaikan credentials pada upacara di Istana Presiden Brasil pada 20 Februari, pukul 9.00 pagi (waktu setempat).
Pemerintah serta publik di Indonesia pun meradang. Toto Riyanto pun diminta pulang ke Indonesia. Siapakah sebenarnya Toto Riyanto ini?
Pada 15 Juli 2014, DPR melalui fit and proper test meloloskan Toto Riyanto sebagai calon Dubes Brasil yang diusulkan oleh Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Toto akan menggantikan posisi Sudaryomo Hartosudarmo sebagai Dubes RI untuk Brasil.
Toto Riyanto adalah purnawirawan TNI AU dengan pangkat terakhir Marsekal Madya TNI (Setingkat Letnan Jenderal, bintang tiga).
Alumnus Akabri Udara angkatan 1973 ini adalah teman satu angkatan dengan SBY. Toto bersama SBY peraih Adhi Makayasa untuk masing-masing mantra.
Teman satu angkatan lainnya mantan Menkopolhukam Marsekal Pur Djoko Suyanto, Marsekal Pur Herman Prayitno (kini Dubes RI di Malaysia), dan mantan Kapolri Jenderal Pol (Pur) Sutanto.
Karier Toto Riyanto setelah berpangkat kolonel berkembang dan menduduki jabatan sebagai Atase Pertahanan RI di London selama tiga tahun. Kemudian Toto mendapat penugasan lanjutan sebagai Atase Pertahanan RI di PTRI New York selama tiga tahun.
Sekembalinya dari New York Toto berpangkat bintang satu (Marsma). Karier Toto terus berkembang setelah menduduki beberapa jabatan strategis di TNI AU, dan jabatan terakhirnya di militer dengan pangkat bintang tiga adalah Wakil Gubernur Lemhannas.
Toto akhirnya berlabuh di Partai Demokrat menjabat sebagai Direktur Eksekutif DPP. Dia pernah disebut sebagai calon terkuat Ketua Umum Partai Demokrat menggantikan posisi Anas Urbaningrum sebelum kemudian SBY menyanggupi untuk mengisi posisi kosong yang ditinggalkan Anas.