Sebagai warga negara lndonesia, kita semua sungguh sangat prihatin dan berduka atas musibah jatuhnya pesawat Airasia QZ 8501. Dalam keadaan sangat berduka ini tepat kiranya arahan dari Presiden Jokowi bahwa yang menjadi prioritas adalah evakuasi, evakuasi dan evakuasi korban.
Namun, sungguh sangat mengejutkan reaksi dari Kementerian Perhubungan c.q. Dirjen Perhubungan Udara, alih-alih mencari penyebab jatuhnya pesawat tersebut, malah mencari-cari permasalahan lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan jatuhnya pesawat Airasia.
Dan cilakanya lagi dicarilah rumusan bahwa salah satu penyebab terjadinya musibah kecelakaan pesawat itu adalah akibat fenomena adanya low cost carrier. Dan untuk itu Kementerian Perhubungan berencana menaikan batas bawah tarif angkutan pesawat menjadi sebesar 40% dari batas atas, dari sebelumnya sebesar 30%. Apa artinya ini semua, dan apa hubungannya dengan terjadinya kecelakaan pesawat Airasia?
Harus kita akui bahwa sejak adanya fenomena low cost carrier oleh Airasia, banyak masyarakat yang sangat terbantu, yang pada awalnya bermimpi pun tidak berani untuk naik pesawat. Namun, dengan adanya penaikan batas bawah tersebut bukan tidak mungkin banyak anggota masyarakat yang tidak mampu lagi naik pesawat.
Lalu siapa yang diuntungkan dengan kebijakan ini? Tentu saja mudah ditebak, perusahaan penerbangan khususnya para pesaing Airasia.
Sungguh sangat disayangkan di saat Presiden Jokowi mencanangkan banyak program untukmenyenangkan hati rakyat, tapi tiba-tiba ada kebijakan yang sangat tidak pro rakyat seperti ini.
Hal itu dikaitkan dengan musibah jatuhnya pesawat Airasia yang bahkan penyelidikannya pun belum dilakukan. lbarat kita menemukan tikus di lumbung padi, lalu lumbungnya kita bakar.
Pengirim:
Yanuar Mulyana, CPA
Jl. Patrokomala, Jakarta Barat