Bisnis.com, JAKARTA -- Sebagai salah satu cabang kesenian, teater sejatinya adalah seni pertunjukan yang multifungsi, yakni bisa sebagai media pendidikan, pembentukan karakter, sekaligus pencerahan bagi masyarakat. Sayangnya, para pekerja teater kerap terbentur persoalan biaya setiap kali memproduksi sebuah pertunjukan.
Alih-alih mendapatkan untung, tak jarang mereka justru harus menutupi kekurangan biaya produksi dari kantung mereka sendiri. Padahal, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah pertunjukan teater, sangat besar.
“Teater belum dibutuhkan di Indonesia. Belum ada kesadaran masyarakat bahwa teater ini bisa membentuk kepribadian yang kreatif dan menghadirkan ruang-ruang imajinasi yang bisa memberikan pencerahan untuk orang agar berpikir maju,” ujar Jose Rizal Manua, pendiri Teater Tanah Air kepada Bisnis.com,awal pekan ini.
Lebih lanjut dia menambahkan, kurangnya perhatian pemerintah dan swasta, serta minimnya infrastruktur penunjang turut memperparah kondisi ini. Tingginya harga sewa gedung pertunjukan, besarnya pajak, membuat para seniman teater mesti kerja esktra keras.
Menurutnya, hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, di mana pemerintahnya membebaskan biaya sewa gedung, mempersilakan grup teater mengambil semua keuntungan penjualan tiket tanpa dipotong pajak dan justru memberikan insentif kepada para seniman teaternya. Kepekaan inilah yang belum dimiliki pemerintah Indonesia.
Namun, meskipun banyak kendala dihadapi, pihaknya tetap gigih melakukan produksi teater minimal satu hingga dua kali dalam setahun. Hal ini dilakukan karena dia meyakini teater sebagai sarana pencerahan bagi masyarakat. Atas kegigihannya itu, Teater Tanah Air pun telah mendapatkan banyak penghargaan, baik di dalam maupun di luar negeri. Salah satu yang paling bergengsi adalah penghargaan kebudayaan Satyalencana Wira Karya dari mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2006.
Selain itu, Teater Tanah Air yang terbentuk sejak 1988 ini juga telah berulang kali membuat harum nama Indonesia di kancah dunia. Mereka pernah memborong 10 medali emas dan merah predikat penampil terbaik pada ajang The Asia-Pacific Festival of Children’s Theatre di Jepang pada 2004. Selain itu, 19 medali emas juga berhasil diraih pada ajang 9th World Festival of Children’s Theatre di Jerman pada 2006.
Menaggapi fenomena ini, Andika Ananda, pengamat teater dari Kalanari Theatre Movement mengatakan bahwa sejatinya seni pertunjukan teater di Indonesia tidak perlu melulu dipandang melalui perspektif bisnis dan industri, sebagaimana lazim dilakukan teater modern di Eropa. Hal ini perlu dipahami mengingat bahwa seni teater di Indonesia tumbuh sebagai seni hobi yang lebih mengutamakan fungsi pencerahan dan pendidikan, berbeda dengan Brodway Eropa yang memang dirancang dari awal untuk mencari keuntungan (profit oriented).
“Saya sendiri memandang teater sebagai media atau jalan, bukan sebagai tujuan. Saya meyakini teater bisa membentuk kita menjadi manusia yang lebih baik,” ujarnya.
Dia menggambarkan ada banyak ragam kelompok teater di Indonesia. Beberapa kelompok teater modern seperti Teater Tanah Air, Teater Koma, dan lain sebagainya tampil di gedung-gedung pertunjukan besar di pusat kota. Mereka biasanya membutuhkan modal besar dan mencari dukungan dari pihak ketiga.
Meski demikian, ada pula kelompok teater pemberdayaan yang menggunakan teater sebagai sarana pembelajaran masyarakat, yang lebih berorientasi sosial. Dia misalnya pernah menjadi fasilitator teater pemberdayaan yang mengenalkan naskah Kapai-Kapai karya Arifin C. Noer kepada masyarakat yang tinggal di lereng gunung Merapi.
Dengan begitu, Andika mengatakan memajukan teater di Indonesia harus dilihat secara menyeluruh, menyesuaikan dengan karakter dan kebutuhan setiap komunitas teater yang berbeda-beda. Dan yang tak kalah pentingnya adalah memasukkan teater ke dalam kurikulum pendidikan di Indonesia. Hal tersebut diyakini mampu secara perlahan membentuk kepribadian manusia Indonesia yang lebih berbudaya, sehingga mampu meningkatkan tingkat apresiasi seni teater di Indonesia.