Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sistem e-Catalogue RI Ketinggalan Jauh dari Korsel

Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah dengan sistem e-catalogue masih ketinggalan jauh dibandingkan Korea Selatan.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Pengadaan Barang dan Jasa pemerintah dengan sistem e-catalogue masih ketinggalan jauh dibandingkan Korea Selatan.

Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah Agus Rahardjo mengatakan sekarang sudah ada 7.000 produk yang dimasukkan dalam e-catalogue, tetapi jika dibandingkan Korea Selatan masih kalah jauh 300.000 produk.

"E-catalogue sekarang sudah 7.000 produk, tetapi kalau dibandingkan dengan negara lain memang masih ketinggalan. Korea selatan sudah 300.000," katanya di Istana Kepresidenan, Kamis (4/12/2014).

Menurut Agus, sistem ini terkendala beberapa barang yang tidak beredar secara luas sehingga kesulitan untuk mendapat preferensi harganya misalnya alat kesehatan.

Oleh karena itu Presiden Joko Widodo menginginkan adanya revisi Perpres Pengadaan Barang Jasa Pemerintah biar lebih cepat tanpa mengabaikan transaksi, efisiensi dan pemihakan produk dalam negeri.

Sebelumnya Menko Perekonomian Sofyan Djalil mengatakan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah akan direvisi karena dinilai rumit.

Akibat rumitnya aturan tersebut, sudah terlalu banyak orang yang berhadapan dengan kasus hukum. Di sisi lain pegangan hukum itu merupakan aturan bagi seluruh kegiatan pengadaan barang dan jasa seluruh Indonesia. "Oleh sebab itu nanti kita akan melihat secara menyeluruh tentang bagaimana proses pengadaan," jelasnya.

Sofyan memberi catatan salah satu yang diatur dalam pengadaan barang dan jasa yakni tender secara elektronik menggunakan sistem e-catalogue. Sistem ini terbukti lebih mudah, cepat, efektif dan efisien karena tidak perlu melakukan kegiatan tatap langsung.

Tetapi konsekuensi tender e-catalogue berpotensi mematikan usaha-usaha kecil di daerah lantaran tidak bisa ikut serta. Presiden Joko Widodo meminta agar hal itu bisa dipertimbangkan oleh pemerintah ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Akhirul Anwar
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper