Bisnis.com, JAKARTA- Pergolakan aksi unjuk rasa soal kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi tidak berpotensi ricuh seperti kerusuhan 1998
Hal itu disampaikan oleh Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Anas Saidi. Menurutnya, saat ini tidak banyak pihak yang bersikap oportunis.
"Kalau 1998 kita tahu semua bahwa banyak pihak yang bersiap mengambil keuntungan dengan turunnya Pak Harto, lebih rumit dan sensitif," ujarnya saat dihubungi Bisnis, Jumat (28/11/2014).
Kemudian, pada era reformasi tersebut, aspirasi masyarakat relatif sama, sehingga kekuatan untuk menjatuhkan rezim kekuasaan sangat besar.
Hal itu, sambungnya, sangat berbeda dengan kondisi sekarang, yang mana dalam arus besarnya, masyarakat cenderung menerima kenaikan BBM dan menunggu hasil dari kebijakan pemerintah tersebut.
"Secara psikologis juga beda. Isu BBM naik kan sudah sering, tapi ini akan dilihat juga bagaimana pemerintahan Jokowi memfungsikan kompensasi BBM," papar Said.
Mengenai bentrok antara aparat dengan mahasiswa dan masyrakat di Makassar, Said berpendapat hal tersebut sangat wajar, melihat kultur masyarakat kota yang dulunya bernama Ujungpandang tersebut.
Dia menjelaskan, sebuah unjuk rasa mahasiswa dikatakan dalam kondisi darurat jika yang bergejolak ialah mahasiswa Jogjakarta.
"Semua pengamat pasti parameternya Jogja. Kalau Jogja yang ribut baru perlu khawatir. Makassar itu memang budayanya. Jangankan dengan aparat, sesama fakultas saja sering bentrok," urai Said.
Seperti yang diketahui, kemarin, Kamis (27/11/2014), bentrokan kembali terjadi antara mahasiswa dan masyarakat dengan petugas keamanan dan pegawai negeri sipil di depan kantor Walikota Makassar.
Satu orang meninggal dalam insiden tersebut akibat luka bocor di kepala terkena lemparan batu dan sempat terinjak-injak massa.
BBM NAIK: Unjuk Rasa Mahasiswa Diyakini Tak Berpotensi Seperti 1998
Pergolakan aksi unjuk rasa soal kenaikan bahan bakar minyak (BBM) subsidi tidak berpotensi ricuh seperti kerusuhan 1998
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Dimas Novita Sari
Editor : Linda Teti Silitonga
Topik
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
Artikel Terkait
Berita Lainnya
Berita Terbaru
14 menit yang lalu