Bisnis.com, WASHINGTON - Menyusul sinyal pemulihan perekonomian domestik, pertemuan Komite Pasar Bebas Federal (Federal Ope Market Committee/FOMC) akan fokus membahas risiko deflasi yang masih membayangi negara AS.
Pengajar Ekonomi Johns Hopkins University yang juga merupakan bekas dewan Divisi Moneter Federal Reserve, Jonathan Wright menyampaikan para petinggi bank sentral tidak dapat mendiskusikan hal-hal yang lebih jauh, jika inflasi masih di bawah target.
Komite akan fokus membereskan inflasi hingga batas waktu tertentu, mengingat inflasi rendah akan meningkatkan risiko pada aktivitas pemulihan, ungkap Wright di Washington, Rabu (29/10). Statistik Pemerintah AS menunjukkan inflasi berada di level 1,7% pada September, tingkat yang sama dengan bulan sebelumnya.
Sebelumnya, 62 ekonom yang disurveiBloombergpun memprediksi FOMC akan mendiskusikan capaian inflasi pada pertemuan ini. September lalu, Dewan FOMC sempat menyampaikan inflasi sulit untuk menembus target 2%.
Adapun, pertemuan FOMC akan dilaksanakan pada Rabu, waktu Washington atau sekitar pukul 3 dini hari Jakarta, Kamis (30/10/2014).
Pembahasan inflasi merupakan fokus di antara sejumlah agenda pertemuan FOMC ketujuh tahun ini yaitu menelaah program pembelian obligasi dan menetapkan akhir implementasi pelonggaran kuantitatif.
Roberto Perli, Peneliti Kebijakan Moneter Global Conerstone Macro menuturkan risiko deflasi akan terus mengintai perekonomian AS seiring menurunnya harga minyak mentah dunia yang telah anjlok 25% sejak Juni lalu.
Namun, harga minyak dunia bukanlah hal yang dapat dikontrol oleh The Fed, ungkap Perli.
Senada, Direktur Divisi Ekonomi-Finansial IHS Global Insight, Paul Edelstein menyampaikan bahwa The Fed tidak bisa mengelak mengenai kekhawatiran mereka terhadap laju inflasi.
Proyeksi inflasi The Fed beberapa waktu terakhir meleset. Pasar mensinyalkan tidak akan menoleransi inflasi di bawah 2%, The Fed harus melakukan sesuatu, tegas Edelstein.
Seperti diketahui, pada pertemuan FOMC September lalu The Fed telah perlahan mengurangi pembelian aset, dengan mempertimbangkan penurunan tingkat pengangguran. Risiko deflasi merupakan tantangan utama lembaga pimpinan Janet Yellen tersebut.