Bisnis.com, BERLIN – Negara-negara eksportir dunia yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) kerap melakukan penyuapan untuk melancarkan proses perdagangan, aktivitas korupsi dinilai telah menggerogoti salah satu aktivitas utama pembangunan global tersebut.
Hal tersebut tercantum pada laporan bertajuk Exporting Corruption yang dipublikasikan lembaga antikorupsi internasional berbasis di Jerman, Transparency International (TI). TI mencatat lebih dari setengah dari total negara yang menandatangani konvensi anti-penyuapan gagal merealisasikan janji mereka.
“Pelanggaran terburuk dilakukan oleh Jepang, Belanda, Yunani, Rusia, dan Brasil. Sedangkan Amerika Serikat, Jerman, Inggris, dan Swiss aktif memerangi korupsi,” ungkap laporan yang dipublikasikan Kamis (21/10/2014) tersebut.
Menurut laporan tersebut, dari 39 negara yang menandatangani Konvensi Antikorupsi, 22 negara diduga tidak melakukan upaya apapun untuk memerangi penyuapan. Negara-negara ini terhitung mengambil porsi 27% dari total ekspor dunia.
Jika hanya 4 negara yang memerangi proses penyuapan pada aktivitas ekspor, ada 35 negara lain yang menandatangani namun tidak mematuhi konvensi tersebut. Itu artinya, dua pertiga dari ekspor global terindikasi melakukan korupsi.
Akibatnya, menurut laporan tersebut, pemasok dapat bergeser, harga meningkat dari seharusnya karena harus menutupi pembayaran suap, pajak tidak terkumpul dengan baik, dan persyaratan lingkungan tidak dipenuhi.
Organisasi independen tersebut menegaskan dorongannya pada negara-negara eksportir untuk mematuhi isi konvensi tersebut, dan meminta OECD lebih memonitor aktivitas ekspor negara-negara anggotanya.