Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketika Nama Wali Kota Surabaya Risma Diobral

Tak banyak orang rela namanya dicatut atau diperdagangkan untuk kepentingan komersial. Namun, tidak demikian halnya dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini/Antara
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini/Antara

Bisnis.com, SURABAYA - Tak banyak orang rela namanya dicatut atau diperdagangkan untuk kepentingan komersial. Namun, tidak demikian halnya dengan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini.

“Saya dijual gak papa, saya tak ngomong cek payu [saya dijual tidak apa-apa, saya akan bicara agar laku],” kata Risma di lantai enam Tunjungan Plaza Surabaya, di hadapan 100 pengusaha mikro kecil dan menengah (UMKM).

Risma menilai pameran di lantai enam, Sabtu (20/9) kemarin, tetap bisa menarik pengunjung. Namun demikian, pengunjung akan lebih banyak bila gelar produk UMKM dilakukan di lantai satu.

Bila itu bisa dilakukan, Wali Kota Risma rela diundang agar pameran ramai dan UMKM laku. Bukan hanya rela datang, ia juga mempersilakan namanya digunakan agar produk perajin lebih terkenal.

“Nama saya tak obral, ada batik harga Rp80.000 sekarang pakai nama saya bisa dijual Rp150.000. Ada kue pakai nama saya, aksesori bross, silakan dipakai,” ujarnya dalam PPK Sampoerna Expo 2014.

Risma menilai UMKM menghadapi problem akses pasar – tercermin dari pameran usaha mikro selalu di lantai sepi pengunjung – dan kemasan serta strategi pemasaran termasuk di dalamnya merek lemah. Oleh sebab itu, penguatan kapasitas perlu selalu dilakukan.

Pemkot Surabaya menyiapkan sejumlah kanal untuk peningkatan kapasitas pengusaha pemula, utamanya kaum perempuan. Bagi yang belum punya usaha, ada rangkaian pelatihan usaha rintisan dalam program Pahlawan Ekonomi.

Setiap warga bisa mendaftar di rukun warga, kelurahan atau kecamatan untuk program ini. Setelah itu warga dilatih usaha sesuai minat, ada bidang kuliner, kerajinan tangan, hingga konveksi dsb. Pelatihan bertahap hingga mampu produksi.

Saat pelatihan fase produksi berjalan, peserta diberi materi pemasaran dan pengemasan produk. Semua materi dilakukan melalui praktik. Pertemuan rutin digelar setidaknya dua hari dalam sepekan.

Bila kapasitas usaha telah membesar, pelaku usaha diarahkan ke Broadband Learning Center (BLC), lembaga pelatihan bahasa dan kewirausahaan. Warga belajar di tempat ini tanpa dipungut biaya, sama seperti fase pelatihan sebelumnya.

Ada 13 titik BLC yang biasa melatih teknologi informasi, ekspor impor, hingga pemasaran online. Pemkot Surabaya kini akan menambah 34 titik pusat pembelajaran baru karena respons masyarakat terhadap fasilitas tersebut baik.

Risma menguraikan empat tahun lalu hanya ada 12 pengusaha mikro perempuan. Sekarang sudah ada 1.082 pengusaha. “Kami tidak bisa sebut target kapan dan berapa, yang jelas selalu kami latih, ajari dari nol, utamanya perempuan agar bisa berusaha,” jelasnya.

Tekad Pemkot Surabaya tersebut, kata dia, bukan tanpa alasan. Pasalnya, perputaran uang di Surabaya bisa Rp20 triliun per hari, termasuk di dalamnya pelabuhan. Nilai perdagangan jajanan basah di Pasar Kembang saja bisa Rp2 miliar per hari.

Potensi itulah yang didorong bisa direbut Pahlawan Ekonomi – para perempuan yang bisa membangun potensi ekonomi baru untuk menopang keluarga.

Meski potensi yang bisa digarap usaha mikro besar, Ketua Bidang UKM Asosiasi Pengusaha Indonesia Nina Tursinah menilai tantangan yang dihadapi banyak, utamanya terkait daya saing global. Salah satu yang mendesak standar nasional Indonesia (SNI).

“Aduuuhh… kalau mau didata bener-bener, dari 56,5 juta UMKM yang sudah SNI kecil sekali. Kendalanya…mahal dan lama, bisa 3 tahun baru selesai,” jelasnya soal kunci daya saing UMKM Indonesia yang perlu segera dibenahi.

Menurutnya bila tidak segera dibenahi soal standardisasi proses dan produk maka daya saing ke depannya bisa rontok.

Fasilitasi penguatan kelembagaan termasuk tantangan pengembangan pasar dirasakan perajin sepatu Jovi Syuyuthi, asal Nginden, Surabaya. Mengikuti pelatihan yang digelar Pemkot Surabaya maupun Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna membuat usahanya lebih tertata.

“Dulu biasanya cuman bikin 5 per hari, sekarang sudah 50 sandal per hari. Hasilnya dipasarkan melalui agen, ada pula pembeli langsung,”urainya menggambarkan manfaat dari pendampingan kewirausahaan.

Jovi yang menggeluti usaha kerajinan sepatu sejak 1997 lampau menilai permintaan sepatu maupun sandal cenderung momentual. Saat Lebaran maupun tahun ajaran baru sekolah ramai. Selepas itu permintaan kembali landai.

Perkataan Jovi menyiratkan tidak ada jalan mudah menjadi UMKM, tapi adanya pendampingan swasta maupun pemerintah menjadikan pelaku usaha pemula tidak berjalan sendiri dalam sunyi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Miftahul Ulum
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper